Pertama, sebelum pelantikan, menanda tangani pakta integritas, yang didalamnya tersurat kesediaan mundur (wajib) dari jabatan bila terjadi indikasi melakukan korupsi baik terhadap dirinya maupun pejabat di lingkungannya pada dua level di bawahnya. Ini diestafetkan, pejabat di bawah Menteri juga tanda tangan Pakta Integritas akan mundur bila dua level pejabat dibawahnya terlibat atau terindikasi korupsi. Tidak usah berdalih atas nama asas praduga tak bersalah atau adanya persamaan di muka hukum. Pengecualian asas tadi, sebagai ujud kontra korupsi yang extra ordinary crime, yang harus dihadapi dengan cara-cara yang tidak biasa.
Kedua, pemberian reward bagi whistleblower di lingkungan Kementerian, Setingkat Menteri dan Kelembagaan negara sebagai upaya meminimalisir perilaku korupsi dan keikutsertaan seluruh pegawai serta memberikan jaminan perlindungan atas saksi baik keamanan maupun karir dalam pekerjaannya. Selama ini, menjadi momok bagi para pegawai yang menjadi whisleblower, yang justru akan menerima perlakukan negative, diskriminatif dan non job. Seolah disebut sebagai pembocor rahasia. Sebuah anomali yang harus segera diubah pada mind set, whistle blower sebagai pihak yang layak diapresiasi dan berkontribusi bagi pemberantasan korupsi.
Perlu cara-cara yang ekstrim dalam memerangi korupsi.
Konten terkait bisa dibaca di Kompasiana.com dengan judul "Transisi Pemerintahan Atasi Korupsi", Klik untuk baca:
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H