Saya kembali  mengutip ulang pernyataan Presiden Terpilih Prabowo Subiyanto terkait dengan komitmennya dalam pemberantasan korupsi, di sela-sela persiapan untuk pengangkatan para Menteri dan Jabatan Setingkat Menteri yang akan diajak bekerja sama dalam mewujudkan visi dan misi lima tahun ke depan. Ini kalimatnya : "  Para calon menterinya untuk tidak main-main dan mencari uang dibalik jabatan negara yang akan disematkan. "
Ketertarikan saya akan rangkaian kalimat tersebut, menyiratkan urgensi atau pentingnya pejabat Menteri yang bersih, yang tidak mudah silau dengan uang karena jabatannya. Siapapun sepakat, jabatan tersebut bisa menjadi "ladang basah" baik untuk pribadi maupun pihak pengusungnya (bila dari kalangan partai politik atau kelompok lainnya).
Jabatan Menteri atau Setingkat Menteri, diberikan otoritas dalam pengelolaan anggaran yang digelontorkan dari APBN, dengan tujuan sampai pada tujuan penganggarannya. Dari kebijakan-kebijakan Menteri atau Setingkat Menteri yang menjabarkan dan merupakan derivat atas visi dan misi Presiden selaku Kepala Pemerintahan, akan dioperasionalkan oleh jajaran di Kementerian atau kelembagaan.
Ibaratnya, air dari sumbernya di pegunungan, mulai mengalir melalui sungai-sungai, terpecah-pecah, tersalurkan, memberikan kehidupan baik digunakan untuk pengairan, perusahaan maupun obyek lainnya. Analog ini, menitikan pada aliran yang seharusnya. Bukan dibelokan hingga menjadi sia-sia dan tidak termanfaatkan. Bilapun termanfaatkan berada pada satu titik tertentu, di luar asas kemanfaatan bersama yang diharapkan.
Sangat naif, bila pejabat Menteri atau Setingkat Menteri atau Kelembagaan Negara, yang karena egonya, masih menjadikan jabatannya sebagai ladang untuk mencari uang ( atau memperkaya diri sendiri). Kekuasaan yang disematkan, yang seharusnya menjadi sebuah kehormatan, digunakan untuk ladang pengabdian kepada bangsa dan negara, menjadi kontraproduktif bila kemudian terjerumus pada korupsi.
Pada titik inilah, bila sudah bersemayam bahwa korupsi sebagai kontraproduktif atas amanah yang diberikan oleh negara, ia akan dengan serius melaksanakan kewenangannya dengan sebaik-baiknya, menjalan fungsi pengawasan dan kontrol atas penggunaan uang negara yang dibebankan pada lingkup Kementerian atau Kelembagaan yang dipimpinnya.
Setidaknya dalam berkonstribusi ikut dalam perang memusuhi korupsi, yang sudah menjadi national concern dan public enemy, ada upaya nyata bagaimana korupsi tidak dilakukan, baik oleh diri sendiri, kolega dan lingkungan kewenangannya. Bahkan sangat perlu ia tampil di depan, sebagai garda dalam dalam contoh dan keteladanan sikap anti korupsi. Bukan menebar lips service, namun sepenuh hati menjadikan sebagai prasasti diri bahwa korupsi diimplementasikan dan zero tolerance pada setiap kebijakan yang diambilnya.
Presiden akan terbantukan bila jajaran kabinetnya mempunyai komitmen yang kuat dalam memerangi korupsi. Momentum pengangkatan Sumpah dan Janji Presiden dan Wakil Presiden tanggal 20 Okotber mendatang bisa menjadi momentum, dilanjutkan dengan pengumuman Susunan Kabinet, menjadi babak baru dalam pemberantasan korupsi. Genderang perang melawan korupsi, yang sudah tersinyalkan keluar dari Presiden terpilih, harus menjadi pemicu bagi para pembantunya di Kabinet, berperang melawan korupsi. Sudah terlalu jenuh negeri ini melawan korupsi.
Jangan jadi Menteri, bila hanya ingin cari uang. Ini kata-kata termahal bulan ini yang tergiang di telinga saya, semoga juga terngiang dari mereka yang terpilih menjadi Menteri atau Setingkat Menteri dan Kelembagaan Negara lainnya.
Bisa jadi, ini sebuah surat terbuka kepada Presiden Terpilih, Prabowo Subiyanto sebagai Upaya perang melawan korupsi, yang ditujukan kepada para pembantu-pembantunya yang akan duduk di Kabinet melakukan hal sebagai berikut :
Pertama, sebelum pelantikan, menanda tangani pakta integritas, yang didalamnya tersurat kesediaan mundur (wajib) dari jabatan bila terjadi indikasi melakukan korupsi baik terhadap dirinya maupun pejabat di lingkungannya pada dua level di bawahnya. Ini diestafetkan, pejabat di bawah Menteri juga tanda tangan Pakta Integritas akan mundur bila dua level pejabat dibawahnya terlibat atau terindikasi korupsi. Tidak usah berdalih atas nama asas praduga tak bersalah atau adanya persamaan di muka hukum. Pengecualian asas tadi, sebagai ujud kontra korupsi yang extra ordinary crime, yang harus dihadapi dengan cara-cara yang tidak biasa.
Kedua, pemberian reward bagi whistleblower di lingkungan Kementerian, Setingkat Menteri dan Kelembagaan negara sebagai upaya meminimalisir perilaku korupsi dan keikutsertaan seluruh pegawai serta memberikan jaminan perlindungan atas saksi baik keamanan maupun karir dalam pekerjaannya. Selama ini, menjadi momok bagi para pegawai yang menjadi whisleblower, yang justru akan menerima perlakukan negative, diskriminatif dan non job. Seolah disebut sebagai pembocor rahasia. Sebuah anomali yang harus segera diubah pada mind set, whistle blower sebagai pihak yang layak diapresiasi dan berkontribusi bagi pemberantasan korupsi.
Perlu cara-cara yang ekstrim dalam memerangi korupsi.
Konten terkait bisa dibaca di Kompasiana.com dengan judul "Transisi Pemerintahan Atasi Korupsi", Klik untuk baca:
Salam Anti Korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H