Pada konteks pemilu, dibutuhkan pemimpin Indonesia lima tahun ke depan yang benar-benar siap mewakafkan hidupnya bagi bangsa ini, khususnya pada pemberantasan korupsi.Â
Bukan sekadar lips service untuk menarik massa saat kampanye dan memenangkan pemilu, namun terimplementasikan pada program kerjanya. Sehingga, bangsa ini tidak lagi "terjajah" oleh yang namanya korupsi.
Kilas Balik
Dikutip dari detik.com, Hari Antikorupsi Sedunia atau International Anti-Corruption Day diperingati masyarakat global tiap tanggal 9 Desember. Korupsi merusak institusi demokrasi, memperlambat pembangunan ekonomi dan berkontribusi pada ketidakstabilan pemerintahan.Â
Sejarah Hari Antikorupsi Sedunia berawal pada tanggal 31 Oktober 2003. Kala itu Majelis Umum mengadopsi Konvensi PBB untuk melawan Korupsi.Â
Majelis tersebut juga meminta Sekretaris Jenderal menunjuk Kantor PBB (United Nations Office on Drugs and Crime) sebagai sekretariat untuk Konferensi Negara Pihak Konvensi.Â
Sejak saat itu 188 pihak telah berkomitmen terhadap kewajiban Konvensi Antikorupsi, yang menunjukkan pengakuan universal akan pentingnya tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan komitmen politik.
Dari sekilas balik tersebut, bisa dipahami bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengakomodasi 188 negara di dunia ini, dalam memandang begitu pentingnya sikap anti korupsi.Â
Salah satu pengakuan universal tadi berupa komitmen politik. Bisa dikatakan dengan political will-kemauan pemerintah yang berkuasa untuk benar-benar serius dalam memberantas korupsi.
Kejengahan dalam memberantas korupsi, seolah menemui jalan buntu. Sudah banyak pendapat pakar, mendasari penelitian, kajian ilmiah, dan komitmen regional hingga internasional sebagai penguat dan breakdown atas komitmen universal tadi, namun hasilnya hingga detik ini korupsi tetap saja menjadi persoalan serius secara global, di samping permasalahan terkait dengan isu lingkungan hidup, HAM maupun demokrasi.
Dari beberapa kajian dan literasi, muncul ragam cara untuk memberangus korupsi, namun ia tetap saja berkeliaran pelakunya. KPK masih masif melakukan OTT, Kejaksaan dan Polri, bahkan akhir-akhir ini menangkap atau menersangkakan big fish (setingkat menteri dan pejabat lembaga negara).Â