Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Saya, Gedung KPK, dan Momentum Hari Antikorupsi Sedunia

7 Desember 2023   08:41 Diperbarui: 8 Desember 2023   07:17 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). (Tribun News/Herudin)

Kemarin siang, sekitar jam 10.00, saya keluar dari gedung Merah Putih KPK. Saya pandang di halaman, sepi. Biasanya jam segitu sudah mulai ada persiapan demo dari beberapa orang, hingga kelompok massa tertentu yang ingin menyuarakan, menyalurkan hak kebebasan dalam berpendapat. Tentunya, terkait dengan masalah korupsi.

Saya menyeberang jalan, mencoba naik ke jembatan penyeberangan orang (JPO) yang ada di seberang jalan Gedung Merah Putih KPK. 

Beberapa saat, setelah saya ada di sekitar 15 undakan tangga, saya berhenti, kembali memandang Gedung Merah Putih, lalu ambil handphone, pasang kamera dan membidiknya. 

Foto Dokumentasi Pribadi
Foto Dokumentasi Pribadi

Hasil salah satu bidikan itu menjadi cover dari artikel ini, saya pilih yang bagian belakang Gedung KPK, tepatnya sisi Rumah Tahanan KPK. Di situlah para koruptor ditahan menjalani hari-hari, untuk menunggu proses putusan dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Mungkin, bagi yang belum pernah datang langsung ke Gedung Merah Putih KPK, tetap saja bangunan tersebut serasa sudah menjadi bagian memori rakyat negeri ini. 

Gedung Merah Putih tersebut, hampir setiap hari muncul pada penayangan media elektronik ataupun tervisualisasikan pada media pemberitaan lainnya. Karena memang di situ puluhan wartawan stand by. Lebih-lebih pada momen tertentu, jumlah wartawan akan berlipat jumlahnya.

Saya tertegun sejenak. Memandang dengan sebuah tatapan yang menyembulkan pertanyaan, sudahkah Gedung Merah Putih yang nampak perkasa tersebut, benar-benar telah "perkasa" dalam melakukan pemberantasan korupsi di negeri ini? 

Bukankah bangunan tersebut dibangun dengan tujuan korupsi di negeri ini terdampak atas keberadaannya? Karena di dalam gedung tersebut, kurang lebih 1.500 pegawainya berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.

Foto Dokumentasi Pribadi
Foto Dokumentasi Pribadi

Idealnya memang seperti itu, meski dalam perjalanannya, banyak "cerita dan kisah pilu", yang tidak semestinya terjadi karena dilakukan oleh orang-orang yang telah mencederai makna amanah dari sebuah profesi pemberantas korupsi. Apakah bisa dipermaklumkan kondisi seperti itu? Dengan mengingat bahwa mereka juga manusia biasa?

Bila fitrah manusia adalah tempatnya khilaf, bolehlah bisa diterima sebagai sebuah permakluman. Namun manusia dianugerahi akal pikiran, budi pekerti dan akhlak. Ini semua terbalut dalam kemasan sikap yang harus profesional, karena negara telah memberi gaji -- take home pay di atas rata-rata Pegawai atau ASN lainnya.

Sikap profesional tadi tentunya harus dibayar dengan perilaku yang baik, di atas rata-rata, atau standar etik yang di atas rata-rata. Sehingga sudah seharusnya dan sewajib-wajibnya, para pegawai yang bekerja di Gedung Merah Putih tersebut, tampil sebagai "hero" dalam pemberantasan korupsi, dengan sikap dan contoh keseharian di lingkungan tempat tinggal, maupun saat bekerja.

Saya, merupakan bagian dari pegawai tadi, bukan sebagai manusia sempurna. Penuh dengan kekurangan. Merasa sedih dan tidak bisa berkata apa-apa ketika faktanya di negeri ini korupsi "seolah" semakin menjadi-jadi. 

Ada apa sebenarnya di negeri ini, sehingga korupsi seperti menjadi sebuah hobi baru? Saya hanya menghela nafas dan melangkahkan kaki, kembali masuk ke Gedung Merah Putih.

Momen Hari AntiKorupsi Sedunia

Ada momen besar, bahkan global di tanggal 9 Desember 2023 lusa, yaitu Hari Antikorupsi Sedunia atau International Anti Corruption Day. Hal ini menunjukkan, bahwa masalah korupsi bukan hanya masalah di negeri ini, namun sudah menjadi komitmen, sebagai musuh bersama-common enemy bangsa-bangsa di dunia ini.

Sangat disadari bahwa korupsi menggerogoti kesejahteraan suatu bangsa. Anggaran yang seharusnya digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan melalui peningkatan sarana kesehatan, pelayanan masyarakat, infrastruktur dan lainnya, harus kurang volume, kualitas, dan kuantitasnya digerogoti tikus tikus berdasi alias koruptor. Menyedihkan, dan tentu kondisi seperti itu tidak boleh terabaikan. 

Harus menjadi perhatian penyelenggara negara, terlebih saat ini rakyat Indonesia tengah siap-siap melaksanakan pemilihan umum, memilih pemimpin untuk lima tahun ke depan.

Harapannya pada konteks tahun politik tersebut, tiada lain adalah bagaimana rakyat bisa memilih pemimpin tadi, yang tidak hanya berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, namun menjadi panglima, berada di baris terdepan dalam pemberantasan korupsi. 

Jangan jadi slogan, namun harus siap pasang badan. Kira-kira siapa dari ketiga pasangan capres dan cawapres yang siap untuk tugas mulia ini?

Pada konteks pemilu, dibutuhkan pemimpin Indonesia lima tahun ke depan yang benar-benar siap mewakafkan hidupnya bagi bangsa ini, khususnya pada pemberantasan korupsi. 

Bukan sekadar lips service untuk menarik massa saat kampanye dan memenangkan pemilu, namun terimplementasikan pada program kerjanya. Sehingga, bangsa ini tidak lagi "terjajah" oleh yang namanya korupsi.

Kilas Balik

Dikutip dari detik.com, Hari Antikorupsi Sedunia atau International Anti-Corruption Day diperingati masyarakat global tiap tanggal 9 Desember. Korupsi merusak institusi demokrasi, memperlambat pembangunan ekonomi dan berkontribusi pada ketidakstabilan pemerintahan. 

Sejarah Hari Antikorupsi Sedunia berawal pada tanggal 31 Oktober 2003. Kala itu Majelis Umum mengadopsi Konvensi PBB untuk melawan Korupsi. 

Majelis tersebut juga meminta Sekretaris Jenderal menunjuk Kantor PBB (United Nations Office on Drugs and Crime) sebagai sekretariat untuk Konferensi Negara Pihak Konvensi. 

Sejak saat itu 188 pihak telah berkomitmen terhadap kewajiban Konvensi Antikorupsi, yang menunjukkan pengakuan universal akan pentingnya tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan komitmen politik.

Dari sekilas balik tersebut, bisa dipahami bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengakomodasi 188 negara di dunia ini, dalam memandang begitu pentingnya sikap anti korupsi. 

Salah satu pengakuan universal tadi berupa komitmen politik. Bisa dikatakan dengan political will-kemauan pemerintah yang berkuasa untuk benar-benar serius dalam memberantas korupsi.

Kejengahan dalam memberantas korupsi, seolah menemui jalan buntu. Sudah banyak pendapat pakar, mendasari penelitian, kajian ilmiah, dan komitmen regional hingga internasional sebagai penguat dan breakdown atas komitmen universal tadi, namun hasilnya hingga detik ini korupsi tetap saja menjadi persoalan serius secara global, di samping permasalahan terkait dengan isu lingkungan hidup, HAM maupun demokrasi.

Dari beberapa kajian dan literasi, muncul ragam cara untuk memberangus korupsi, namun ia tetap saja berkeliaran pelakunya. KPK masih masif melakukan OTT, Kejaksaan dan Polri, bahkan akhir-akhir ini menangkap atau menersangkakan big fish (setingkat menteri dan pejabat lembaga negara). 

Sangat ironi dan menyedihkan. Sampai-sampai, ada anekdot sudah kehabisan kata untuk berkomentar terkait korupsi di negeri ini. Sedih bukan? Berkomentar saja sudah kehabisan kata, apalagi untuk memberantasnya, seolah bisa kehabisan energi dibuatnya.

Namun, itu tidak boleh terjadi. Pemberantasan korupsi hingga ke ujung negeri, sebagaimana yang digelorakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tetap harus menggema dan menyala. 

Ibarat, tetap menjadi lilin yang menerangi, meskipun berada dalam ruangan yang gelap, hingga saatnya kegelapan itu berubah menjadi ruangan yang terang kembali.

Setidaknya semangat itu harus terjaga, terpelihara pada momentum Hari Antikorupsi Sedunia. Bagi masing-masing individu, pada posisi apapun peran dan pengabdiannya pada bangsa ini, sikap anti korupsi bisa diawali dari diri sendiri, dengan tidak berbuat curang dalam hal apapun. 

Bila ini sudah membudaya, akan melebar pada lingkungan keluarga, lingkungan tempat kerja, lingkungan pemerintahan terkecil yaitu desa dan atau kelurahan, kecamatan, kota dan kabupaten, provinsi hingga akhirnya negara.

Ini sebuncah harapan dari anak negeri, yang tetap harus optimis bahwa negeri ini, entah kapan masanya, akan terbebas dari korupsi.

Semangat, Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun