Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK, Terus Move On!

1 November 2023   04:08 Diperbarui: 1 November 2023   04:08 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata menanggapi soal kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo alias SYL yang dinilai bisa mempengaruhi proses penegakan hukum di KPK.

 Menurut Alex, jika ada pimpinan yang mbalelo tidak akan berpengaruh dalam proses di KPK, terutama kasus Kementan, karena pimpinan KPK berjumlah lima orang. 

"Saya pribadi tak terganggu. Kalau dua pimpinan itu juga tak akan menghentikan proses, masih ada tiga," katanya di Gedung ACLC KPK, Senin, 30 Oktober 2023. 

Hal itu dikatakan Alex, karena mekanisme yang dibangun KPK seperti itu agar sulit diintervensi. "Supaya tidak ada intervensi, maka harus banyak pimpinannya. Jauh lebih mudah ke penindakan langsung," ujarnya, dikutip dari Tempo.co

Itu merupakan pendapat salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam menanggapi perkembangan pemeriksaan atas diri Ketua KPK Firli Bahuri oleh Penyidik Polda Metro Jaya.

Penjelasan tersebut menegaskan, proses penegakan hukum oleh KPK pada tindak pidana korupsi "tidak menjadi macet" atau "terganggu", bila salah satu ataupun dua pimpinan KPK yang berjumlah lima orang bermasalah dengan hukum. 

Ini konsekuensi atas pola pimpinan KPK yang kolektif kolegial. Selagi masih bisa voting dalam pengambilan keputusan maka, keputusan tersebut sah adanya.

Permasalahannya bukan sekedar sah atau tidaknya keputusan tadi, namun yang urgen dan substansial atas permasalahan yang tengah dihadapi oleh Ketua KPK Firli Bahuri, adalah kejelasan status setelah pemeriksaan sebagai saksi, bahkan rumah sudah dilakukan penggeledahan. 

Munculnya desakan Ketua KPK mundur dari jabatannya, pada kondisi saat ini,  secara normative menjadi kontraproduktif. Mengapa, karena Undang-Undang KPK, yaitu UU nomor 19 Tahun 2019 pada Pasal 32 ayat (2) menyebutkan : " Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya. "

Dari ketentuan ini jelas, jika Pimpinan KPK (Firli Bahuri, Alexander Mawarta, Johanis Tanak, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron) ada yang "berstatus tersangka" tindak pidana kejahatan, maka diberhentikan sementara dari jabatannya. Bukan tindak pidana korupsi saja, namun semua jenis tindak pidana kejahatan, maka sudah memenuhi unsur pasal ini.

Dari sisi penghormatan atas asas presumtion of innocence-asas praduga tak bersalah-asas bahwa setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah, kemudian fakta pimpinan KPK yang kolektif kolegial tersebut, maka sah-sah saja Ketua KPK Firli Bahuri pada posisinya yang sekarang, tetap bertugas dan menjalankan kewenangannya.

Apakah tidak muncul konflik kepentingan sebagaimana dikhawatirkan publik maupun para pegiat anti korupsi? Sudah beberapa kali dalam artikel saya, menyebutkankan bahwa di dalam internal KPK, pengambilan keputusan, apalagi terkait penanganan perkara, tidak ditentukan oleh satu orang, namun melalui proses dan pentahapan yang melibatkan banyak orang. 

Sangat tertutup dan tidak mungkin konflik kepentingan bisa lepas begitu saja sehingga bisa mengontrol, mengendalikan dan mempengaruhi proses penyidikan sebuah perkara. (Dalam konteks ini tentunya publik sudah bisa mengaitkannya yaitu terkait penanganan kasus Mantan Meneri Pertanian, yang tengah ditangani KPK).

Bila sudah seperti itu, artinya ada jaminan dari salah satu pimpinan KPK tadi dan tidak mudahnya seseorang bisa mempengaruhi proses penangana tindak pidana korupsi di KPK, apakah sama sekali tidak ada dampak atau efek bagi kelembagaan KPK dan Pegawai KPK itu sendiri atau bagaimana ke depannya pemberantasan korupsi? Ini bisa dijawab dengan narasi sebagai berikut :

Pertama, menjadi sebuah kewajaran ketika di lembaga anti rasuah, ada Pegawai atau petingginya diminta keterangan sebagai saksi atas dugaan tindak pidana korupsi akan memunculkan sebuah pernyataan : bila benar terlibat, bagaimana komitmen anti korupsinya, bagaimana nilai-nilai integritas yang selalu digembar-gemborkan sebagai filosofi dalam menjalankan tugasnya, hanya sebagai lips service? 

Omong kosong doang? Deretan pernyataan seperti ini seolah menjadi sebuah retorika namun seharusnya menjadi sebuah tamparan, teguran keras sekaligus koreksi. 

Akan menjadi sebuah keprihatinan yang teramat sangat dan mendalam serta masuk dalam perangkap anti tesis yang seharusnya tidak boleh terjadi. Seolah tidak ada kata pemaaf bila Pegawai yang menangani korupsi, malah terjerat perkara korupsi. Menjadi sebuah ironi.

Kedua, meskipun ada peluang pemeriksaan Pegawai atau petinggi KPK sebatas saksi, tidak melenggang pada status sebagai tersangka, setidaknya publik sudah memberikan stigma "tidak elok" atau "kurang pada tempatnya".

 Seolah sudah terstigma, bahwa Pegawai KPK apapun levelnya, harus orang-orang yang mengerti hukum, resiko dan konsekuensinya serta dalam setiap langkah-nya sudah dibentengi oleh nilai-nilai integritas. 

Seolah tertutup permakluman dari publik, bahwa Pegawai KPK apapun levelnya adalah manusia biasa yang tidak lepas dari khilaf. Ini tidak berlaku bagi Pegawai KPK. Maka konsekuensi ini menjadi bagian dari pilihan hidup yang bisa "memenjarakan" diri untuk tidak tergoda masuk dalam pusaran korupsi.

Ketiga, menjadikan momentum tersebut sebagai ihtiyar serius untuk muhasabah atau introspeksi baik secara kelembagaan maupun para Pegawai KPK di semua level jabatan, memandang hari esok untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan tugas dan kewenangan. 

Sisi negative yang muncul, harus ditebus dengan keseriusan, lebih agresif lagi dan tidak memunculkan kesan bisa disetir oleh penguasa dengan sikap independen, murni penegakan hukum dan berada pada kepentingan untuk terwujudnya negeri yang bebas korupsi. Amanat yang diberikan oleh negara, harus dibayar dengan kerja keras lagi.

Keempat, berfungsinya lembaga "punishment" atau penghukum atas setiap kesalahan sekecil apapun, sehingga akan memunculkan efek jera dan memutilasi sifat korup sedini mungkin bagi semua pegawai KPK.

Bila ini dilaksanakan, ini akan menjadi ajang pembuktian bahwa KPK bisa lebih baik lagi dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Move On KPK!

Salam Anti Korupsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun