Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK, Terus Move On!

1 November 2023   04:08 Diperbarui: 1 November 2023   04:08 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata menanggapi soal kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap Syahrul Yasin Limpo alias SYL yang dinilai bisa mempengaruhi proses penegakan hukum di KPK.

 Menurut Alex, jika ada pimpinan yang mbalelo tidak akan berpengaruh dalam proses di KPK, terutama kasus Kementan, karena pimpinan KPK berjumlah lima orang. 

"Saya pribadi tak terganggu. Kalau dua pimpinan itu juga tak akan menghentikan proses, masih ada tiga," katanya di Gedung ACLC KPK, Senin, 30 Oktober 2023. 

Hal itu dikatakan Alex, karena mekanisme yang dibangun KPK seperti itu agar sulit diintervensi. "Supaya tidak ada intervensi, maka harus banyak pimpinannya. Jauh lebih mudah ke penindakan langsung," ujarnya, dikutip dari Tempo.co

Itu merupakan pendapat salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam menanggapi perkembangan pemeriksaan atas diri Ketua KPK Firli Bahuri oleh Penyidik Polda Metro Jaya.

Penjelasan tersebut menegaskan, proses penegakan hukum oleh KPK pada tindak pidana korupsi "tidak menjadi macet" atau "terganggu", bila salah satu ataupun dua pimpinan KPK yang berjumlah lima orang bermasalah dengan hukum. 

Ini konsekuensi atas pola pimpinan KPK yang kolektif kolegial. Selagi masih bisa voting dalam pengambilan keputusan maka, keputusan tersebut sah adanya.

Permasalahannya bukan sekedar sah atau tidaknya keputusan tadi, namun yang urgen dan substansial atas permasalahan yang tengah dihadapi oleh Ketua KPK Firli Bahuri, adalah kejelasan status setelah pemeriksaan sebagai saksi, bahkan rumah sudah dilakukan penggeledahan. 

Munculnya desakan Ketua KPK mundur dari jabatannya, pada kondisi saat ini,  secara normative menjadi kontraproduktif. Mengapa, karena Undang-Undang KPK, yaitu UU nomor 19 Tahun 2019 pada Pasal 32 ayat (2) menyebutkan : " Dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya. "

Dari ketentuan ini jelas, jika Pimpinan KPK (Firli Bahuri, Alexander Mawarta, Johanis Tanak, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron) ada yang "berstatus tersangka" tindak pidana kejahatan, maka diberhentikan sementara dari jabatannya. Bukan tindak pidana korupsi saja, namun semua jenis tindak pidana kejahatan, maka sudah memenuhi unsur pasal ini.

Dari sisi penghormatan atas asas presumtion of innocence-asas praduga tak bersalah-asas bahwa setiap orang wajib dianggap tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang menyatakan ia bersalah, kemudian fakta pimpinan KPK yang kolektif kolegial tersebut, maka sah-sah saja Ketua KPK Firli Bahuri pada posisinya yang sekarang, tetap bertugas dan menjalankan kewenangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun