Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KPK, Terus Move On!

1 November 2023   04:08 Diperbarui: 1 November 2023   04:08 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Apakah tidak muncul konflik kepentingan sebagaimana dikhawatirkan publik maupun para pegiat anti korupsi? Sudah beberapa kali dalam artikel saya, menyebutkankan bahwa di dalam internal KPK, pengambilan keputusan, apalagi terkait penanganan perkara, tidak ditentukan oleh satu orang, namun melalui proses dan pentahapan yang melibatkan banyak orang. 

Sangat tertutup dan tidak mungkin konflik kepentingan bisa lepas begitu saja sehingga bisa mengontrol, mengendalikan dan mempengaruhi proses penyidikan sebuah perkara. (Dalam konteks ini tentunya publik sudah bisa mengaitkannya yaitu terkait penanganan kasus Mantan Meneri Pertanian, yang tengah ditangani KPK).

Bila sudah seperti itu, artinya ada jaminan dari salah satu pimpinan KPK tadi dan tidak mudahnya seseorang bisa mempengaruhi proses penangana tindak pidana korupsi di KPK, apakah sama sekali tidak ada dampak atau efek bagi kelembagaan KPK dan Pegawai KPK itu sendiri atau bagaimana ke depannya pemberantasan korupsi? Ini bisa dijawab dengan narasi sebagai berikut :

Pertama, menjadi sebuah kewajaran ketika di lembaga anti rasuah, ada Pegawai atau petingginya diminta keterangan sebagai saksi atas dugaan tindak pidana korupsi akan memunculkan sebuah pernyataan : bila benar terlibat, bagaimana komitmen anti korupsinya, bagaimana nilai-nilai integritas yang selalu digembar-gemborkan sebagai filosofi dalam menjalankan tugasnya, hanya sebagai lips service? 

Omong kosong doang? Deretan pernyataan seperti ini seolah menjadi sebuah retorika namun seharusnya menjadi sebuah tamparan, teguran keras sekaligus koreksi. 

Akan menjadi sebuah keprihatinan yang teramat sangat dan mendalam serta masuk dalam perangkap anti tesis yang seharusnya tidak boleh terjadi. Seolah tidak ada kata pemaaf bila Pegawai yang menangani korupsi, malah terjerat perkara korupsi. Menjadi sebuah ironi.

Kedua, meskipun ada peluang pemeriksaan Pegawai atau petinggi KPK sebatas saksi, tidak melenggang pada status sebagai tersangka, setidaknya publik sudah memberikan stigma "tidak elok" atau "kurang pada tempatnya".

 Seolah sudah terstigma, bahwa Pegawai KPK apapun levelnya, harus orang-orang yang mengerti hukum, resiko dan konsekuensinya serta dalam setiap langkah-nya sudah dibentengi oleh nilai-nilai integritas. 

Seolah tertutup permakluman dari publik, bahwa Pegawai KPK apapun levelnya adalah manusia biasa yang tidak lepas dari khilaf. Ini tidak berlaku bagi Pegawai KPK. Maka konsekuensi ini menjadi bagian dari pilihan hidup yang bisa "memenjarakan" diri untuk tidak tergoda masuk dalam pusaran korupsi.

Ketiga, menjadikan momentum tersebut sebagai ihtiyar serius untuk muhasabah atau introspeksi baik secara kelembagaan maupun para Pegawai KPK di semua level jabatan, memandang hari esok untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan tugas dan kewenangan. 

Sisi negative yang muncul, harus ditebus dengan keseriusan, lebih agresif lagi dan tidak memunculkan kesan bisa disetir oleh penguasa dengan sikap independen, murni penegakan hukum dan berada pada kepentingan untuk terwujudnya negeri yang bebas korupsi. Amanat yang diberikan oleh negara, harus dibayar dengan kerja keras lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun