Pertama, apakah obyek laporan merupakan perbuatan pidana atau bukan. Bila tidak memenuhi unsur tindak pidana, maka laporan pasti akan ditolak.
Bisa jadi, dalam konteks isu terkini menyangkut penolakan laporan relawan bakal calon presiden terhadap bakal calon presiden lainnya, memang secara substansi tidak memenuhi unsur pidana, jadi bukan masalah kriminalisasi atau bukan.
Standar dan ukuran untuk mengetahui apakah suatu perbuatan dikatakan memuat unsur tindak pidana atau tidak adalah adakah perbuatan tersebut sudah diatur dalam ketentuan formil dan atau undang-undang yang menyebutkan bahwa perbuatan tersebut sebagai tindak pidana, sebagaimana asas legalitas yang dianut dalam hukum positif kita.
Asas tersebut nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Di era keterbukaan seperti ini, tentu publik dapat menilai, seberapa transparan-nya polisi ketika menerima atau menolak sebuah laporan tadi, dengan mendasari pada pemenuhan asas tersebut.
Kedua, apabila tahap awal "layak/ tidak layak" laporan tadi, misalnya sudah "menemukan" unsur perbuatannya sebagai diduga perbuatan pidana, terbitlah Laporan Polisi. Dengan mendasari laporan ini, maka akan diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Sebagaimana diketahui, secara umum penyidikan dilakukan dalam rangka untuk "membuat terang perkara " dan menemukan "siapa tersangka" dari apa yang tadi sudah diduga melakukan tindak pidana.
Ini bukanlah bekerjaan yang mudah, karena polisi dalam konteks ini penyidik minimal harus menemukan minimal 2 alat bukti yang sah.
Bila dalam proses penyidikan ini yang dilakukan secara transparan berupa pemberitahuan tahapan yang dilakukan sampai gelar perkara dengan melibatkan para pihak.
Ada dua poin penting di sini yaitu apakah sudah bisa menemukan minimal dua alat bukti untuk penetapan tersangka atau tidak, bila tidak menemukan, maka penyidikan bisa dihentikan dan tentunya bisa dibuka kembali apabila kemudian bisa terpenuhi minimal dua alat bukti yang sah tadi. Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyebutkan: alamat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Ketiga, dengan memahami dua point di atas, maka apabila akan membuat laporan atau mengajukan laporan ke polisi, perlu menyertakan bukti-bukti pendukung atas obyek pelaporan.
Jangan sampai datang untuk membuat laporan, hanya berupa narasi saja, sehingga polisi kurang bahan untuk membuat analisis awal terkait pemenuhan unsur tadi, apakah perbuatan yang dilaporkan diduga sebagai perbuatan pidana atau bukan.