Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis tentang : - Korupsi dan Bunga Rampai (2022) - Korupsi (2023) - Hukum dan Korupsi (22 Oktober 2024 sd. sekarang) - Sebelum aktif di Kompasiana (2022), menulis di Jawa Pos, Suara Merdeka, Tribun dan Beberapa Media Internal Kepolisian. (Masuk Dalam Peringkat #50 Besar dari 4.718.154 Kompasianer Tahun 2023)

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Simfoni Indah Bersama Tetangga

2 Mei 2023   07:39 Diperbarui: 2 Mei 2023   08:18 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita tengah ada hajat, mereka pula yang pertama ikut "mengayu bagyo" atau ikut bantu-bantu. Bahkan dalam suasana kedukaan, mereka pula yang dengan sigap berbuat meringankan dan ikut merasakan apa menjadi kesedihan kita. Tetangga-lah yang pertama melakukan sesuatu, sebelum saudara kita yang nun jauh berdatangan.

Foto Dokemen Pribadi
Foto Dokemen Pribadi

Kedua, membaur dengan tetangga atau warga sekitar kita tinggal, menjadikan hidup penuh makna. Dari interaksi dengan tetangga akan terjadi komunikasi, memunculkan semangat kebersamaan serta mewujudkan makna bahwa hakikatnya kita adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak mungkin berdiri di kaki sendiri.

Ini akan menjauhkan dari sikap ego, menjadi cerminan  dan motivasi untuk pengukuhan sifat untuk mau berbagi dengan sesama. Apalah arti hidup bila menafikan keberadaan orang lain? Tentu akan menjadi pihan yang akan menyengsarakan diri bila ada yang memilih demikian.

Ketiga, menjadikan tetangga sebagai bagian dari kehidupan keluarga kita, akan menempatkan kita pada zona yang nyaman, harmonis dan bahagia. Tengok-lah mereka yang punya "hobi" menjauhi tetangga, ia akan terperosok sendiri pada lobang isolasi. Ia tidak akan lagi dianggap ada, walau kenyataannya ada. Sangat ironis tentunya.

Maka momen kumpul, makan bersama dan kemudian melantunkan doa setelah solat iedul fitri, seolah menjadi simfoni merdu dalam kehidupan ini. Jangan sampai kita, keluarga kita mengalami "kecelakaan sosial", dengan menghindar untuk interaksi penuh harmoni dengan tetangga kita.

Mohon Maaf Lahir dan Batin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun