The Impact Series : Flamboyan
        Salah satu gaya dari Yali, Sang Direktur yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi yang merugikan keuangan Negara hampir 100 Milyar lebih adalah penampilan yang selalu trend, bahasa muda-nya fashionable, walau usainya bukan generasi Z lagi. Tutur katanya lembut dan sekilas keramahan senyum menjadi ciri kesehariannya. Badannya harum, terluluri oleh parfum yang berkelas. Setidaknya itu yang membuat beberapa pegawainya, terutama yang perempuan merasa "nyaman" dengan Sang Direktur.
        Tidak hanya Bintang, sekretaris yang dekat dengan Yali, ada nama Fanny, dan Tiara. Kedekatan mereka dengan Sang Direktur, oleh beberapa Pegawai dianggap sebagai "kedekatan" antara atasan dan bawahan karena tuntutan pekerjaan. Namun, ada juga Pegawai yang "mengendus" kedekatan tersebut bukan sekedar tuntutan pekerjaan, namun lebih pada "kedekatan" yang istimewa di luar "job ".
        Ketika pada sebuah sore Bintang jalan bersama Yali di sebuah Mall, di luar Jakarta. Kebersamaan ditandai dengan canda tawa, sesekali ada bisikan dari Yali ke Bintang yang membuatnya tertawa kecil. Bintang menunjukan kotak kecil perhiasan yang beberapa saat lalu dibelikan Yali. Mereka duduk di sebuah ruang caf Mall.
        " Ini bagus sekali. Pernik mutiaranya aku sangat suka. " Suara Bintang.
        " Karena kamu suka, maka aku belikan special untukmu. "
        Hanya itu yang terucap dari Yali, selebihnya mereka tenggelem dan suasana kegembiraan.
        Wajah ceria terus terbawa Bintang, meski beberapa jam kemudian ia sudah masuk ke garasi rumahnya. Sang Suami, Randy sedang duduk nonton TV saat itu.
        " Bagaimana acara meetingnya? "
        " Meeting yang gitu-gitu aja. Hanya capek hasilnya. "
        " Ya sudah, kalao capek, cepetan mandi, biar aku pijitin ya? "
        Bintang  mengiyakan. Dan berlalu dari tempat itu, sejengkal langkah sebelum masuk ke kamar langkahnya tertahan. Ia menoleh sebentar ke suaminya. Dalam hatinya berkata " maafkan aku suamiku..."
        Itu, setengah tahun yang lalu, sebelum Yali memakai rompi orange bertulis " Tahanan".
        Di rumahnya, masih setengah tahun yang lalu, Yali datang di sambut Ratna, istrinya, yang telah memberinya seorang anak. Tas kecil yang dibawa Yali disambut oleh Ratna. Diciumnya kening Sang Istri.
        " Tadi sempat makan belum Pa, kalao belum biar aku siapkan. "
        " Ndak usah, kita makan di luar saja ya?
        " Papa tidak capek?
        Yali menggelengkankan kepalanya. Tangannya merengkuh bahu istrinya.
        " Ok kalao gitu, aku persiapan ya Pa. "
        Begitulah. Pada saat nyaris bersamaan, saat Sang istri ke belakang, Yali membuka HP-nya yang bergetar. Di monitor HP Fanny kirim "Sinyal", bahwa dirinya ingin bertemu. Buru-buru, dengan suara lirih Yali berkata : " Ini aku baru tiba di rumah, sebentar lagi mau keluar. Besok saja ya jalan nya? "
        Tidak ada suara. Beberapa saat kemudian.
        " Ya sudah, nanti sekitar empat jam dari sekarang ya, aku telpon lagi. "
        Telpon segera ditutup bersamaan dengan terdengar langkah Ratna mendekati Yali. Tadi Fanny bicara ingin bertemu, dia mengabarkan suaminya sudah terbang ke luar Jakarta. Kebiasaan perempuan itu pasti ingin bertemu dengan Yali begitu suaminya berangkat ke tempat kerjanya. Yali pasti menyediakan waktu untuk menemuiinya.
        Kini, Yali ada di belakang jeruji besi di sebuah Lembaga Permasyarakatan di luar Jakarta. Ia mengenakan kaos. Duduk, melihat beberapa teman sesame Napi melakukan kegiatan olah raga ringan di lapangan depan blok-nya. Ia, harus menjalani pidana atas perbuatannya yang menyebabkan kerugian Negara.
        Satu persatu hartanya disita Tim Pemberantas Korupsi, harta yang ia sembunyikan, yang ia atas namaka orang lain, yang ia "tanam" di beberapa titik" tetap saja terendus oleh Tim. Ia tidak bisa lagi mengelak, karena faktanya memang seperti itu.
        Yang menyesakan dadanya adalah, hubungan khususnya dengan Fanny maupun Bintang, sudah terdengar di telinga istri dan anaknya. Ia tidak tahu keputusan apa yang bakal ia terima dari istrinya. Ia sangat sedih saat ini.
        Tidak tahu sampai kapan kesedihan ini, lebih-lebih tadi salah satu adiknya datang membezuk dan mengabarkan  keadaan keluarga yang "kurang baik-baik". Mereka semua sangat tertekan, malu dan tidak bisa seperti dulu lagi, leluasa berkomunikasi dan interaksi dengan kolega maupun tetangga. Sejak Yali ditetapkan sebagai tersangka, mereka semua seperti menjauh dan memandang rendah.
        " Kami seperti ikut menjadi tersangka, Bang. "
        Begitu ucap adik Yali.
        Yali hanya diam tak bisa memberi komentar.
Sabtu 3 Desember 2022
Salam anti korupsi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H