"Waduh, kita ketahuan Ibunya Dewi" kata Aan sedikit cemas.
"Kok Ibuku tahu aku disini ya?" Dewi menimpali.
"ni pasti ulah Mbok Ginem" sahut Andi.
"Iyalah pasti, siapa lagi kalau Bukan Mbok Ginem, hanya dia yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Mbah Badut" kata Puspa.
Akhirnya mereka berlima beranjak, pulang ke rumahnya masing-masing, sambil bersepakat  untuk datang lagi ke bawah pohon jambu air tua itu jumat depan, melanjutkan mendengar dongeng Mbah Badut yang belum selesai.
Benar saja, di hari jumat sore berikutnya mereka berkumpul di tempat biasanya, pohon jambu air tua dan jendela hijau kusam. Tentu saja setelah paginya menyelidiki keberadaan Mbok Ginem, dan ternyata Mbok Ginem sedang pergi ke desa untuk menjenguk cucunya.
Sampailah kelima anak itu dibawah pohon jambu air kesayangan, di samping jendela hujau kusam. Aan mengetuk jendela itu.
"Tok tok tok, Mbah Badut kami sudah disini, menunggu pertunjukan Mbah, dan yang terpenting tolong dilanjutkan dongeng kemarin yaa" kata Aan setengah berbisik.
Daun jendela segera terbuka, pelan-pelan, sedikit demi sedikit.  Mbah Badut tersenyum senang melihat  fans nya sudah siap melihat pertunjukannya. Setelah lima belas menitan menari, Mbah Badut melanjutkan dongengnya yang terhenti jumat lalu. Kelima fans nya bersiap mendengarkan.
"Hmm, sampai mana ya dongengan Mbah kemarin??", tanya Mbah Badut untuk menemukan titik awal lanjutan dongengannya.
"Sampai kura-kura yang kebingungan Mbah" jawab Puspa.