Aku lantas tertawa melihat reaksi Lik Kardi.
"Eh Lik, desa ini sepertinya makin maju saja ya". Tanyaku.
"Iya Mas, Pak Lurah memimpin dengan bagus, makanya jabantannya dilanjutkan lagi di periode kedua. Malah masyarakat maunya Pak Harsono saja yang jadi lurahnya terus". Jawab Lik Kardi sambal menyalakan kreteknya.
Ahhhh, adikku, Harsono begitu dicintai masyarakatnya. Menurut Lik Kardi, Harsono memimpin dengan sabar, tak banyak ngomong, tetapi lebih banyak ngemong nya. Suka membantu warga yang kesulitan serta selalu mencoba membawa hal-hal baru untuk memajukan desa.
Sore harinya aku berniat nyekar Bapak.
"Le Har, aku mau nyekar Bapak, temeni aku ya Le". Pintaku.
"Ayo Mas, nanti kembangnya beli di rumah mbah Ginem saja, ayo mas tak anter". Jawab Harsono.
Sambil berjalan kami bedua ngobrol.
"Le, sepertinya masyarakat begitu mencintai dan menghormati lurahnya ya". Kataku bangga sambil mengerlingkan mata ke arah Harsono.
"Nggak tau Mas, aku hanya meneladani Bapak bagaimana bersikap dan berbuat pada sesama, berusaha setulusnya tanpa pamrih. Mas kan tahu, Bapak selalu menyisihkan hasil panen, tak peduli hasil panennya sedang bagus atau tidak. Karena menurut Bapak kebahagiaan puncak ketika berbuat baik bagi sesama, berbagi. Bahwa Bahagia itu berbeda dengan bersenang-senang". Harsono menjelaskan.
"Terus pelajaran Bapak yang mana yang kamu pegang selaku Pemimpin Desa Har?". Selidikku lebih lanjut.