“Semangat…”, teriak anak-anak.
Pagi itu pecah dengan suara gemuruh tepuk-tangan peserta upacara dan teriakan siswa SD Negeri 6 Banyuasin III.
Seorang anak maju ke depan podium dengan penuh percaya diri. Langkah kakinya mantap menaiki podium yang memiliki tinggi lima puluh centimeter tersebut. Dia pun bergegas mengatur postur tubuh mungilnya di atas podium. Sambil menarik nafas yang dalam, dia pun mulai bertutur.
“Assalamu’alaikum wr.wb. Perkenalkan nama saya Winanda, saya adalah murid kelas VI B. Saya akan menceritakan tentang Wayang Kulit…”
Winanda berhasil membawakan certia Wayang Kulit versinya dengan baik. Cerita tersebut berhasil menghipnotis seluruh peserta upacara hari itu. Hadirin yang hadir mengapresiasi penampilannya dengan memberikan tepuk tangan dan sorak-sorai gembira. Upacara pagi itu menjadi begitu semarak.
Peserta bertutur lainnya pun bergiliran naik ke atas podium dan menyampaikan ceritanya kepada seluruh peserta upacara.
Penutup
Tradisi Tutur atau Bertutur merupakan bentuk kearifan lokal dengan menggunakan lisan untuk menyampaikan suatu berita, informasi atau cerita tertentu. Tradisi ini sudah hampir punah di kalangan masyarakat Indonesia.
Bertutur bukan hanya merawat kearifan lokal namun juga menjaga budaya yang berkelanjutan. Apalagi di tengah pergeseran budaya dimana kehadiran Generasi Z yang sudah hampir melupakan kebudayaan lokal dan menghabiskan sebagian besar aktivitas bermainnya menggunakan teknologi dan gadget.