Mohon tunggu...
Hensi Margaretta
Hensi Margaretta Mohon Tunggu... Konsultan - Pendidik, Trainer, Konsultan, Professional Coach

Fasilitator Sekolah Penggerak Angkatan 2, International Certified of Master Trainer of Education, Master Trainer of FIRST-ADLX, Associate Consultant of NICE Indonesia, ROOTs Consultant

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengembangkan Literasi Sekolah Melalui Budaya Bertutur di SD Negeri 6 Banyuasin III

9 Januari 2023   09:07 Diperbarui: 9 Januari 2023   22:55 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Kegiatan Bertutur Senin Pagi/dokpri

Pendahuluan

Literasi dapat diartikan sebagai keahlian membaca dan menulis. Membangun budaya literasi merupakan membangun sebuah peradaban negara yang maju. Salah satu tolok ukur kemajuan suatu negara adalah dilihat dari seberapa besar tingkat kemampuan literasi masyarakatnya. Jika suatu negara memiliki indeks literasi yang tinggi maka negara tempat tinggal mereka dipastikan memiliki pembangunan yang lebih baik.

Namun, budaya literasi negara Indonesia masih sangat rendah daripada budaya literasi negara-negara lain di dunia,. Literasi belum menjadi budaya di kalangan masyarakat luas kita. Jika dibandingkan dengan budaya membaca negara lain, Indonesia mendapatkan peringkat yang sangat jauh di bawah rata-rata negara-negara lain di dunia. 

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program for International Student Asesessment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2019, Indonesia merupakan negara yang menempati ranking ke-62 dari 70 negara di dunia atau memiliki peringkat 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah di dunia. Artinya, dari data tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat literasi buruk.

Literasi Sekolah

Literasi sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Pada tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan Gerakan Literasi Nasional (GLN), dimana Gerakan Literasi Sekolah menjadi salah satu programnya. Budaya literasi sekolah ini sangatlah penting untuk meningkatkan mutu dan kemampuan siswa, membiasakan siswa membaca dan mengelola informasi yang mereka peroleh sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna, bermutu, dan menyenangkan.

Sebagaimana yang tertera dalam Tujuan Literasi Sekolah (2016) adalah untuk meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literal, menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan, serta menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai stategi membaca.

Sayangnya, literasi belum menjadi budaya di kalangan pelajar Indonesia, terutama di tingkat sekolah dasar. Kebiasaan literasi belum menjadi prioritas bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia belum sepenuhnya menyadari pentingnya membaca dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik di lingkungan sekolah maupun di rumah. Kegiatan membaca masih bersifat sekedar memenuhi kewajiban sekolah, bukan menjadi kebutuhan primer seperti layaknya negara-negara maju di dunia.

Padahal kemampuan literasi yang baik akan membuka jalan kepada keterampilan berbahasa lainnya, seperti menyimak, berbicara, dan menulis. Kemampuan literasi yang baik akan mengasah kemampuan berpikir kritis, kreatif inovatif, serta menumbuhkan budi pekerti siswa. 

Menurut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), untuk menunjang suksesnya pembangunan Indonesia di abad ke-21, masyarakat Indonesia harus menguasai enam literasi dasar, yaitu literasi bahasa, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya.

Sejalan dengan hal itu, pada pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar pemerintah melalui Program Sekolah Penggerak menjadikan literasi sebagai salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh setiap pelajar Indonesia. 

Literasi, terutama literasi baca tulis menjadi salah satu literasi dasar yang wajib dikuasai oleh para siswa sekolah untuk menumbuhkan kemampuan serta keterampilan siswa dalam membaca dan menulis.

Oleh sebab itu, budaya literasi di sekolah mesti ditumbuhkembangkan agar siswa dapat membiasakan diri mencari informasi yang berkaitan dengan pembelajaran yang berguna untuk dirinya. 

Semakin besar siswa sadar akan pentingnya literasi maka semakin baik pula mutu pendidikan kita. Dengan demikian sekolah perlu mencari cara untuk meningkatkan budaya literasi, terutama membaca di kalangan siswa sekolah. Guru-guru pun perlu memberikan pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan dan mengembangkan kreatifitas siswa dalam literasi.

Budaya Bertutur SDN 6 Banyuasin III

Pemerintah setempat melalui Dinas Pendidikan Banyuasin menggalakkan sebuah program bagi peningkatan literasi sekolah melalui program yang bernama Program si Manis Kabupaten Banyuasin. Si Manis merupakan singkatan dari Siswa gemar Membaca dan Menulis. Melalui program ini diharapkan sekolah-sekolah yang ada di Banyuasin, khususnya, dapat meningkatkan minat membaca dan menulis siswa-siswanya di sekolah.

Program si Manis dari pemerintah kemudian disambut positif oleh sekolah-sekolah yang ada di Banyuasin, termasuk SD Negeri 6 Banyuasin III. Salah satu kegiatan yang sekolah ini galakkan adalah Budaya Bertutur atau Bercerita.

Secara definisi, kata bertutur memiliki arti berkata-kata atau bercakap-cakap. Bertutur dapat diartikan juga berbicara, berbincang atau berbicara. Dalam hal ini, kegiatan bertutur yang dimaksudkan adalah bercerita atau menyampaikan suatu cerita.

Kegiatan Bertutur yang dilakukan SD Negeri 6 Banyuasin III ini ingin mengangkat kembali tradisi atau kebiasaan lama masyarakat dalam bercerita atau berhikayat. Di samping itu, kegiatan ini digalakkan untuk memotivasi dan menumbuhkan minat baca anak didik sejak dini.

Kegiatan Bertutur ini rutin dilaksanakan setiap hari Senin pagi pada saat kegiatan upacara bendera sekolah. Secara regular, guru akan mendata siswa yang ingin menyampaikan ceritayang telah mereka baca ke depan podium. Tidak ada paksaan bagi para siswa tersebut untuk bercerita. 

Kesempatan tersebut diberikan secara adil dan terbuka kepada setiap siswa yang ingin dan tertarik untuk menyampaikan sebuah cerita di hadapan teman-temannya. Pun, tidak ada batasan cerita atau cerita wajib yang mesti dibawakan. 

Mereka bebas untuk bertutur apa saja berdasarkan buku yang telah mereka baca. Kegiatan ini disambut antusias oleh para siswa. Bahkan, ada banyak siswa yang pada akhirnya berbondong-bondong mendaftarkan diri mereka untuk menjadi salah satu peserta Bertutur pada kegiatan upacara bendera setiap hari Senin pagi. Meskipun sempat kewalahan, para guru pun berinisiatif melakukan seleksi terhadap siswa untuk tampil bertutur secara bergiliran setiap hari Senin pagi.

 

Menurut Siti Hadiah, Kepala SD Negeri 6 Banyuasin III, kegiatan tersebut berhasil terlaksana dengan baik semata-mata karena peran guru yang selalu mendorong siswa mereka untuk berani tampil bercerita ke depan pada saat kegiatan Upacara Bendera.

***

Pagi yang cerah, matahari bersinar terang di balik gerombolan awan putih di atas langit biru. Dedaunan dari pohon karet yang rindang tampak mendayu diselingi suara angin yang menyapu dedaunan. Kicau burung-burung pun terdengar begitu merdu di antara pepohonan, menyambut datangnya pagi.

Pagi itu anak-anak berkumpul suka-cita di tengah lapangan sekolah yang luas. Hari Senin telah tiba. Seperti biasa mereka berbaris rapi untuk melakukan upacara bendera. Tanpa diberi aba-aba oleh guru, para siswa sudah berbaris rapi untuk mengikuti kegiatan Upacara Bendera. Mereka mengikuti rangkaian kegiatan Upacara Bendera tersebut khidmat.

Seperti biasa setelah upacara kenaikan bendera Merah Putih ada satu kegiatan yang paling dinanti oleh anak-anak, yaitu kegiatan Bertutur. Mereka antusias mengikuti kegiatan ini. Bagi mereka acara tersebut adalah suguhan dongeng gratis di tengah sepinya hikayat negeri yang mulai tergantikan dengan sinetron dan KPop.

Tampak di depan sudah berjejer beberapa siswa yang siap tampil hari itu. Mereka akan Bertutur di depan teman-teman sekolahnya.

Gambar 2. Bertutur Kelas Rendah/dokpri
Gambar 2. Bertutur Kelas Rendah/dokpri

“Anak-anak, hari ini teman-teman kalian akan bertutur di hadapan kalian semuanya. Untuk itu, mari kita beri semangat kepada mereka semua dengan bertepuk tangan yang meriah…”, demikian wejangan Kepala Sekolah di hadapan peserta upacara pagi itu.

“Plok…plok…”.  

“Semangat…”, teriak anak-anak.

Pagi itu pecah dengan suara gemuruh tepuk-tangan peserta upacara dan teriakan siswa SD Negeri 6 Banyuasin III.

Seorang anak maju ke depan podium dengan penuh percaya diri. Langkah kakinya mantap menaiki podium yang memiliki tinggi lima puluh centimeter tersebut. Dia pun bergegas mengatur postur tubuh mungilnya di atas podium. Sambil menarik nafas yang dalam, dia pun mulai bertutur.

Gambar 3. Bertutur Kelas Tinggi/dokpri
Gambar 3. Bertutur Kelas Tinggi/dokpri

“Assalamu’alaikum wr.wb. Perkenalkan nama saya Winanda, saya adalah murid kelas VI B. Saya akan menceritakan tentang Wayang Kulit…”

Winanda berhasil membawakan certia Wayang Kulit versinya dengan baik. Cerita tersebut berhasil menghipnotis seluruh peserta upacara hari itu. Hadirin yang hadir mengapresiasi penampilannya dengan memberikan tepuk tangan dan sorak-sorai gembira. Upacara pagi itu menjadi begitu semarak.

Gambar 4. Siswa Antri Bertutur/dokpri
Gambar 4. Siswa Antri Bertutur/dokpri

Peserta bertutur lainnya pun bergiliran naik ke atas podium dan menyampaikan ceritanya kepada seluruh peserta upacara.

Penutup 

Tradisi Tutur atau Bertutur merupakan bentuk kearifan lokal dengan menggunakan lisan untuk menyampaikan suatu berita, informasi atau cerita tertentu. Tradisi ini sudah hampir punah di kalangan masyarakat Indonesia.

Bertutur bukan hanya merawat kearifan lokal namun juga menjaga budaya yang berkelanjutan. Apalagi di tengah pergeseran budaya dimana kehadiran Generasi Z yang sudah hampir melupakan kebudayaan lokal dan menghabiskan sebagian besar aktivitas bermainnya menggunakan teknologi dan gadget.

Budaya Bertutur yang rutin dilakukan tentu saja memiliki pengaruh positif bagi perkembangan siswa di sekolah. Pembiasaan tersebut mendorong siswa untuk memiliki sifat berani dan percaya diri ketika berada di tengah keramaian.

Selain itu, bertutur merupakan cara paling nyaman untuk menyampaikan pesan. Kegiatan Bertutur membuat siswa berlatih komunikasi yang baik, terutama melatih kemampuan berbicara di depan orang banyak. Siswa juga menjadi terampil dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta belajar mengenai etika di depan umum. Mereka memiliki bekal pengalaman memimpin di masyarakat kelak ketika mereka dewasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun