Hendarno sebenarnya hanya iseng-iseng saja menulis sebuah cerpen untuk sekedar mencurahkan perasaannya yang selalu buntu.Â
Dalam cerpen itu kalimat demi kalimat terangkai menjadi untaian cerita yang mengalir indah. Berulang-ulang Hendarno membaca alinea demi alinea.Â
Cerpen ini bercerita tentang kecantikan seorang gadis. Bukan hanya cantik secara fisik namun juga kecantikan yang berada jauh di dalam jiwanya.Â
Kecantikan itu juga selalu mengalir melalui tutur katanya, tatap matanya, senyum bibirnya, ramah sapanya dan akrab candanya.Â
Semua kecantikan yang ada pada Gadis itu sangat mengagumkan sehingga membuat Hendarno jatuh cinta. Gadis itu adalah Erika Amelia Mawardini.Â
Hendarno begitu sangat mengagumi Erika karena kecantikannya. Lalu dengan jujur dia tuturkan dalam cerpennya. Sungguh inilah wanita idaman yang sangat dia inginkan untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya kelak.Â
Namun kenyataannya Erika hanya sekedar menjadi seorang sahabat terbaiknya. Hendarno harus jujur pada perasaannya bahwa dirinya sangat mencintainya, tetapi tidak ada keberanian untuk mengungkapkannya.Â
Akhirnya Hendarno harus menghadapi kenyataan bahwa Erika lebih memilih pria lain untuk menjadi tunangannya. Fakta yang dia anggap sebagai takdir untuk cintanya kepada Erika.Â
Kini masa-masa indah bersama Erika hanya tinggal kenangan. Ketika Hendarno masih terbaring tidak berdaya di ruang perawatan Rumah Sakit PMI itu, dia hanya bisa membayangkan kenangan-kenangan indah itu.Â
Tidak terasa pekan depan, Erika akan melangsungkan pernikahannya sementara Hendarno masih terbaring di ruang ICU dalam pemulihan pasca operasi kanker otak.Â
Sabtu kemarin Erika masih sempat menjenguk Hendarno. Dalam sebuah pertemuan itu tidak banyak yang mereka bicarakan. Â Â
"Hen! Aku berharap kamu cepat sembuh. Aku ingin kamu hadir dalam acara pernikahanku," ujar Erika berharap dengan tatap matanya yang basah. Gadis ini sangat terkejut mendengar kabar Hendarno mengidap kanker otak.Â