Sungguh kenangan sangat indah. Seharusnya bisa kujadikan menjadi sebuah Cerpen.
Ternyata masih juga aku tidak mampu merangkainya menjadi kata apalagi kalimat dalam sebuah Cerpen.
Lonceng jam dinding di ruang tengah berbunyi Tiga kali. Hujan gerimis yang sejak siang tadi turun membasahi bumi Bogor, sore hari ini sudah mulai reda.
Rupanya sudah hampir dua jam aku menghadapi laptop, tetapi masih juga jari-jariku belum mampu menekan sebuah hurufpun pada papan keyboard itu.
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku mengangkat ponsel, rupanya Melati.
"Mama!" Suara Melati di seberang. "Ya Mela!" Sambutku.Â
"Tentu Mama masih ingat hari ini tepat hari temu tahun kesepuluh wafat Papa. Nanti Mela jemput Mama, kita berziarah ya." Ya Allah benar hari ini hari ulang tahun berpulangnya suamiku.
Selanjutnya aku tidak mendengar lagi yang dikatakan Melati. Aku hanya termenung mengenangnya.
Tepat 10 tahun yang lalu, Satrio Wibowo meninggal. Aku belum pernah merasa kehilangan seperti saat ini. Aku sangat merindukannya.
Rasanya seperti baru kemarin. Selorohnya, canda-candanya, kesabarannya, ketabahannya, ketangguhannya, lapang dadanya, maafnya, senyumnya, cerianya dan ketulusan cintanya.
Untuk pertama kali dalam hidupku kerinduanku kepadanya adalah kerinduan yang sangat lengkap, sempurna, tidak tergantikan.