Gubuk kecil itu hanya beberapa puluh meter saja dari gerbang Utara Dusun Suluh Hawu. Gubuk kecil itu berada di luar wilayah Dusun Suluh Hawu.
Hampir tidak terlihat keberadaan gubuk kecil itu karena ada di tengah rerimbunan pohon di pinggir hutan yang bernama Leuweung Hideung.
BACA AWAL CERBUNG INI: Ombak Putih Selat Sunda
Di sekitar gubuk kecil itu juga tidak ada satupun rumah yang jaraknya dekat sehingga gubuk itu benar-benar terpencil.
Setiap orang yang lewat di depan gubuk kecil itu tidak pernah memperhatikan bangunan kotor beralaskan tanah dan dinding-dinding bambu serta beratap ijuk dan daun kelapa kering.
Masyarakat sekitar juga tidak pernah memperhatikan dengan seksama kehadiran rumah panggung berupa gubuk kecil ini.
Apalagi keberadaannya persis di sisi hutan angker yang mereka sebut dengan Leuweung Hideung. Maka mereka semakin tidak mau menatap apalagi mendekat gubuk kecil itu.
Penghuni gubuk misterius itu sosok berperawakan kecil, berusia sekitar 70 tahun. Sudah tua tapi dia masih tampak bergerak lincah. Mungkin karena dia memiliki ilmu bela diri.
Wajahnya yang dingin tanpa rasa membawa wibawa dirinya bagi siapapun yang berhadapan langsung. Tatapan mata sosok ini tajam dengan kesan menyeramkan.
Dia adalah Mbah Beo. Begitu panggilan bagi mereka yang pernah mengenalnya. Mbah ini adalah orang asli Banten berasal dari kampung Cibeo. Mungkin itulah sebabnya panggilan akrabnya adalah Mbah Beo.
Anehnya hampir sebagian besar orang-orang yang mengenal Mbah Beo bukan penduduk di sekitarnya termasuk sebagian besar penduduk Dusun Suluh Hawu.
Kecuali hanya anak Kepala Dusun itu, Ariaraja yang sangat akrab dengan Mbah Beo.
Aki Damar saja bahkan tidak mengenal Mbah Beo, padahal Aki Damar termasuk tetua di dusun itu sebagai tabib yang banyak menolong masyarakat Dusun Suluh Hawu.
Ternyata Ariaraja punya perjanjian mistis dengan Mbah Beo. Pemuda berperawakan tegap dengan wajah ganteng ini sedang mempelajari ilmu kebal yang syaratnya harus memerawani tujuh dara.
Ariaraja sudah melaksanakan syarat itu selama tiga tahun ini, tapi baru enam dara yang berhasil dia rengut keperawanannya.
Gadis-gadis di dusun itu sangat mudah terbuai bujuk rayu Ariaraja yang ganteng, anak pejabat lagi. Wajar saja jika mereka langsung terbuai bujuk rayu Ariaraja.
Mereka para gadis itu bahkan setelah dicampakkan seakan begitu saja melupakan aib yang mereka dapatkan. Ini adalah salah satu kelebihan ilmu pengasih Ariaraja dengan balutan wajah gantengnya.
Namun giliran mengincar korban yang ke-7, Ariaraja harus terbentur dengan seorang gadis bernama Arum.
Gadis cantik ini berani menolak mentah-mentah keinginan Ariaraja. Ibarat karang kokoh yang sukar ditembus.
Arum menolak mentah-mentah keinginan Ariaraja. Ilmu pengasihnya pun tidak mampu menundukkan gadis jelita itu.
Tentu saja playboy kampung itu kecewa berat dan memendam rasa dendam.
Semakin memuncak dendam itu ketika tahu ternyata Arum malah menikah dengan sosok pemuda asal Cilegon.
Ariaraja melampiaskan dendam itu dengan minta pertolonagn Mbah Beo, seorang dukun sakti dari lereng Gunung Halimun.
Kehamilan Arum selama 18 bulan itu adalah pekerjaan Mbah Beo atas permintaan Ariaraja.
Sebenarnya Mbah Beo sendiri hanya perantara saja. Ilmu hitamnya membuat dirinya bisa berhubungan dengan semua iblis-iblis yang bisa diminta pertolongan.
Teluh-teluh yang dikerjakan Mbah Beo biasanya langsung membuat korban mati mengenaskan.
Ternyata teluh yang ditujukan kepada Arum tidak mampu membuat wanita cantik itu meregang nyawa. Mbah Beo menduga pasti ada seseorang dengan ilmu tinggi yang berhasil menghalangi kiriman teluhnya.
Bagi Mbah Beo ini adalah pengalaman pertamanya menghadapi kejadian seperti ini. Lelaki tua yang pendiam ini juga kagum dengan sosok yang berani melawan dirinya yang juga berarti melawan Iblis bermata satu.
Ariaraja sendiri sudah tahu dengan kehadiran sosok pemuda asal Anyer Kidul yang bernama Bayu Gandana.
Anak kepala dusun ini sengaja berkunjung menjelang Maghrib itu khusus ingin membicarakan kelanjutan ilmu yang tengah dia dalami.
"Mbah sudah beberapa pekan ini ada pemuda asal Anyer Kidul yang sedang berada di Dusun Suluh Hawu. Dia menginap di kediaman Aki Damar." Jelas Ariaraja.
Mendengar penjelasan Ariaraja, Mbah Beo hanya terdiam.
"Selama ini Ki Damar yang memberikan pengobatan kepada Arum. Tapi malam itu, Ki Damar datang bersama pemuda Anyer Kidul itu." Lanjut Ariaraja.
Lelaki berwajah dingin itu malah berdiri lalu berjalan menuju ruangan dimana dirinya melakukan semedi ritualnya.
Ariaraja mengikuti Mbah Beo menuju ruangan yang suasananya sangat mistis. Di Ruang itu hanya ada penerangan sepasang obor dari bambu.
Bau kemenyan terasa menyengat hidung yang berasal dari asap yang mengepul dari sebuah parukuyan tanah liat.
Bau kemenyan ini menambah suasana semakin seram. Aroma mistis sangat kental di seluruh ruangan itu seakan penuh dengan ibls-iblis menakutkan.
Tidak seperti biasanya, ketika Ariaraja berada di ruang semedi Mbah Beo, ada suasana yang berbeda yang tersa lebih seram.
Terasa suasana mistis yang mencekam. Seperti ada sosok gaib yang hadir di ruangan yang setengah gelap itu.
Bau kemenyan yang menyengat itu kini bercampur dengan bau busuk bangkai.
Ariaraja tidak tahu jika saat itu Mbah Beo sedang khusyu berhubungan dengan Iblis bermata satu itu.
Mbah Beo terlihat khusyu memejamkan matanya. Bibirnya komat kamit membaca mantra-mantra sesat. Terlihat tubuhnya bergetar hebat sampai-sampai api obor di sudut ruangan itu juga ikut bergetar.
Ariaraja semakin merasa takut. Pemuda ini tidak tahu jika saat itu Iblis bermata satu ada di hadapan Mbah Beo.
Tentu saja iblis itu tidak bisa dilihat dengan kasat mata kecuali oleh Mbah Beo yang langsung berhadapan dengannya.
Ariaraja hanya melihat wajah Mbah Beo semakin seram. Warna kulit di wajah Mbah Beo terlihat berubah-ubah menjadi pucat lalu memerah dan akhirnya menghitam sangat menyerankan.
Puncaknya Mbah Beo terlempar ke belakang dengan tubuh kejang-kejang. Tubuh orang tua ini jatuh terkulai tak berdaya.
Kemudian suasana ruangan terdengar seperti ada suara angin mendesir sangat kuat. Ariaraja merasakan angina itu menrpa tubuhnya hingga dia terjatuh.
Beberapa saat kemudian ruangan itu kembali normal dengan suasana tidak seseram seperti tadi.
Ariaraja segera mendekati tubuh Mbah Beo. Kini terlihat wajah Mbah Beo pucat seperti mayat.
Pemuda lajang anak kepala dusun Suluh Hawu itu mencoba memegang pergelangan tangan Mbah Beo. Ternyata tidak ada detak denyut nadinya. Mbah Beo telah tewas.
Wajah Mbah asal Cibeo itu kini terlihat rusak, keriput hanya tersisa tulang-tulang pipi dan kedua biji matanya hilang. Wajah itu menyerupai tengkorak yang dari lubang-lubang telinganya keluar ulat-ulat berwarna hitam.
Ini akibat ilmu sesat yang dimiliki Mbah Beo melalui perjajian sesat dengan para iblis.
Ariaraja terkejut melihat perubahan wajah Mbah Beo yang mengerikan. Pemuda itu merasakan rasa takut yang sangat kuat.
Ketika Ariaraja bergegas meninggalkan gubuk kecil itu, tetiba langkahnya terhenti. Karena di depannya ada kepala tanpa tubuh dengan mata satu.
Mulutnya menjulurkan lidah merah bercabang penuh dengan belatung. Iblis itu mendekat semakin, sementara itu Ariaraja terkesima. Kakinya terpaku di tanah gubuk kecil itu.
 Pemuda itu tidak berdaya ketika lidah bercabang itu menusuk kepalanya dan menyedot seluruh isi cairan otak dalam kepala Ariaraja.
Setelah puas, Iblis kejam itu menghilang dan Ariaraja jatuh terkulai mengenaskan. Dia tewas dengan mata terbelalak.
Pada malam yang sama di rumah Jaka dan Arum mengalami kejadian mistis yang membuat kaget pasangan suami istri itu.
Jaka mendengar jeritan yang berasal dari kamar istrinya. Dengan cepat Jaka menuju kamar istrinya.
Jaka hanya terpana melihat perut hamil istrinya itu tiba-tiba mengecil. Terlihat ada cairan keluar dari bawah pusarnya.
Cairan berwarna seperti darah yang penuh dengan paku-paku dan kawat berkarat. Dalam cairan itu banyak sekali belatung-belatung kecil menggeliat.
Jaka mencoba membaca amalan ayat-ayat suci Al Quran untuk memohon pertolongan kepada Allah.
Kemudian lelaki ini membopong istrinya keluar dari kamar itu, menidurkannya di atas balai-balai ruang tengah.
Jaka bergegas menuju rumah Aki Damar dimana Bayu Gandana menginap. Melaporkan kejadian yang dialami istrinya.
Bayu, Ki Damar dan Jaka secepatnya menuju rumah kejadian. Mereka melihat ke kamar yang penuh dengan cairan berwarna merah seperti darah. Dari kamar itu juga tercium bau busuk yang menyengat hidung.
Bayu Gandana terlihat berdiri khusyu membaca amalan ayat-ayat dari Al Quran. Bacaan yang menjadi ajaran dari gurunya, Kiai Furqon untuk mengusir anasir jahat akibat sebuah teluh yang jahat.
Beberapa saat kemudian, cairan darah, paku-paku dan kawat berkarat serta puluhan belatung itu tetiba lenyap dari pandangan. Babu busuk bangke itu juga hilang.
Aki Damar dan Jaka langsung menyaksikan kejadian langka tersebut. Sungguh yanga ada dihadapan mereka itu adalah nyata.
Teluh itu benar-benar sangat jahat. Bayu sebenarnya bisa mengembalikan teluh itu kepada pengirimnya, tapi tidak dia lakukan.
Arum yang terbaring di balai-balai ruang tengah mulai siuman. Wanita ini memanggil-manggil nama suaminya. Jaka langsung menghampiri istrinya diikuti olah Bayu dan Aki Damar.
"Bagaimana nak keadaanmu?" Tanya Aki Damar.
"Alhamdulillah." Suara Arum sangat lemah. Kini terlihat wajah wanita ini mulai bercahaya.
Bayu merasakan pengaruh iblis yang ada di dalam tubuh Arum itu sudah hilang.
"Kang Jaka ssebaiknya amalan dzikir setelah sholat wajib ditambah lagi jumlahnya." Kata Bayu.
"Iya Kang Bayu."
Kini Bayu dan Aki Damar merasa lega karena Arum akhirnya sembuh dari kejahatan teluh yang dilakukan oleh seseorang yang belum diketahui mereka.
Ketika hari sudah semakin sore, Bayu dan Aki Damar berpamitan kepada Jaka dan Arum.
Bayu Gandana pada pagi usai Sholat Subuh, baru saja menerima telepati dari gurunya, Kiai Furqon di Anyer Kidul.
Sang Guru bercerita dalam komunkasi telepati itu bahwa tanpa sepengatahuan Bayu, malam itu Kiai Furqon berhasil mengusir Iblis bermata satu itu dari Leuweung Hideung.
Siang itu di Kedai milik Aki Damar, Bayu Gandana menerima kedatangan Jaka dan Arum dengan wajah-wajah yang sumringah.
Perut Arum sudah tidak lagi buncit dan wajahnya terlihat lebih bercahaya. Suami istri ini berseri-seri sangat bahagia.
"Kang Bayu! Terima kasih sudah menolong istri saya." Suara Jaka tersendat di kerongkongan penuh  haru. "Juga Aki Damar yang sabar mengobati sakitnya istri saya." Lanjut Jaka.
"Alhamdulillah." Jawab Bayu singkat. Sementara Aki Damar hanya tersenyum sambil mengangguk.
Di perbatasan dusun terjadi kegemparan ketika penduduk setempat menemukan dua mayat di Gubuk Kecil di pinggir hutan yang bernama Leuweung Hideung.
Kegemparan itu juga menarik perhatian penduduk Dusun Suluh Hawu.
Dua mayat yang tergeletak di Gubuk Kecil itu tanpa kepala dengan tubuh rusak dan bau bsuk yang menyengat. Penduduk yang melihat ke lokasi itu harus menutup hidungnya. Mereka juga tidak mau melakukan penguburan seperti layaknya mayat normal.
Penduduk dusun Suluh Hawu tidak pernah tahu bahwa salah satu mayat di Gubuk Kecil itu adalah Ariaraja anak kepala dusun.
Malam itu Bayu duduk bercengkerama bersama Aki Damar. Pak Tua pemiliki kedai itu memberikan informasi bahwa kedua mayat yang ditemukan di gubuk kecil dekat gerbang dusun itu salah satunya adalah Ariaraja.
Bayu hanya mengangguk mendengar penjelasan Aki Damar. Sebenarnya Bayu sudah tahu dua mayat itu dari telepati gurunya, Kiai Furqon.
Bayu tadinya ingin mejelaskan tentang tahayul Iblis bermata satu itu faktanya memang ada. Namun pemuda ini mengurungkannya.
Bagi Bayu kini yang penting adalah Dusun Suluh Hawu ini kembali tenteram dan damai.
Pemuda bersahaja itu juga mohon pamit kepada Aki Damar.
"Ki, besok pagi usai Subuh, hamba pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Utara."Â
"Nak Bayu terima kasih atas bantuan selama ini. Sehingga dusun ini kembali tenteram." Kata Aki Damar penuh haru.
"Alhamdulillah. Aki segala Puji dan Puja hanya milik Allah. Dengan ijin Allah juga dusun ini kembali tenteram dan damai."
Pagi itu Bayu Gandana bergegas meninggalkan Dusun Suluh Hawu dengan penuh haru. Pemuda ini berjalan melewati Gerbang Utara menuju arah Cilegon.
Sementara itu di kediaman Kepala Dusun suasana sangat sepi. Dalam kamar yang rahasia, Kepala Dusun Suluh Hawu masih duduk semedi dalam ruangan gelap yang penuh dengan asap kemenyan.
Mulut lelaki seusia Aki Damar ini terlihat berbicara pelan penuh ketakutan. Di hadapannya berdiri mahluk Iblis itu mengancam kehidupannya jika tidak memberikan tumbal berikutnya.
Kepala Dusun itu hanya bisa pasrah setelah dirinya mengorbankan anaknya sendiri, Ariaraja. Kini dia harus mencari dalam 4 purnama ke depan seseorang untuk tumbal persembahan bagi Iblis ber mata satu itu.Â
@hensa17Â
#FiksiSejarah
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H