Akhirnya dengan tekad yang bulat Anindia telah membuat keputusan yang sangat penting dalam hidupnya.
"Nin! Mengapa harus begitu keputusanmu?" Roby menanyakan keputusan Anin dalam perbincangan itu.
"Kupikir selama ini kamu lebih dekat dengan dia daripada denganku. Apalagi kini orang tua gadis itu meminta kepastian pertanggung jawabanmu." Tegas Anindia.
"Tidak Anin! Aku tidak setuju dengan keputusanmu. Kita harus jadi menikah!" kata Roby.
"Kamu itu tidak punya perasaan. Logikamu ada dimana? Janin dalam rahimnya mau dikemanakan?" Anindia tampak tidak bisa menahan emosinya.
Pernah Roby berniat keluar dari dinas ketentaraanya untuk menghindari gadis itu lalu menikah dengan Anindia.
Namun, sungguh itu perbuatan yang tidak satria. Perbuatan seorang pengecut yang berusaha lari dari tanggung jawab.
Anin tetap kukuh pada keputusannya. Keputusan ini diambil Anindia tanpa setetespun air mata jatuh dari kelopak matanya. Anin sendiri tidak mengerti mengapa demikian tabah menghadapi cobaan itu.
Apalagi jika teringat hampir 12 tahun Anin membina cinta dengan Roby. Rasanya seperti mimpi ternyata harus berakhir seperti ini.
Papa dan Mamanya terkejut mendengar berita itu sebab sebelumnya Anin tidak pernah memberitahu putusnya hubungan pertunangannya dengan Roby. Mereka sangat prihatin atas kejadian yang menimpa diri anak gadis satu-satunya.
Bulan Maret ini tepat hari jadi Anindia yang ke-28. Sebuah ucapan ulang tahun dari Papa dan Mamanya telah membuatnya termenung.Â