Anin juga tidak tahu mengapa selama ini surat-surat via email dari Roby tak pernah dibalasnya. Jikapun berkomunikasi via medsos, Anin hanya sekedar melayani dengan jawaban seperlunya.
Selama ini gadis ini juga tidak mengerti mengapa harus bersikap dingin kepada Roby.
Entahlah nampaknya Anindia masih menyukai kebebasan. Cincin tunangan yang melingkar di jari manisnya dirasakan telah merengut kebebasannya.
Entahlah yang jelas kini Anindia merasa seperti ada yang membelenggu kebebasan di ruang hatinya.
Tidak terasa liburan hanya tinggal 3 hari lagi. Begitu cepatnya waktu berlalu dan Anindia harus segera kembali ke Australia bercengkerama rutin lagi dengan ilmu lingkungan dan mulai mempersiapkan tesis S2.
Saat itu Anindia tidak menyangka pada hari Sabtunya ternyata Roby sengaja datang dari Jakarta hanya untuk menjumpainya.
"Cukup menyenangkan liburannya?" Tanya Roby. Anin hanya angkat bahu sambil tersenyum.
"Kuharap memang begitu. Tadi malam Papa mengabariku karena kamu akan segera balik ke Australia."
"Iya maaf ya Rob. Aku tidak mengabarimu hanya kuatir kamu sibuk dengan tugas-tugasmu," suara Anindia datar.
"Gak apa-apa Nin. Tadinya kupikir kamu mau liburan di Jakarta. Aku tidak yakin kalau kamu tidak tahu selama itu aku merindukanmu. Terlebih-lebih tak begitu banyak kabar darimu selama ini."
Roby menjelaskan kekecewaannya terhadap sikap Anin yang selama ini selalu tidak acuh, apatis.