Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sekilas Tentang "Sweet Sugar" (7): Teknik Kromatografi untuk Pengambilan Gula dari Tetes Tebu

22 Februari 2021   14:26 Diperbarui: 22 Februari 2021   16:42 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan giling tebu salah satu Pabrik Gula di Malang (Foto Dok.Pri/Hensa) 

Di Indonesia tetes tebu diproduksi sekitar 1,5 juta ton per tahun dengan kandungan sukrosa sekitar 520 ribu ton. Pemasaran tetes dilakukan di dalam negeri maupun diekspor dengan harga yang fluktuatif berkisar antara 10 - 15 persen harga provenu gula pasir.

BACA JUGA : Sekilas tentang "Sweet Sugar" (6): Metode Pengolahan Air Limbah Pabrik Gula

Dengan dikuasainya teknologi pemisahan kromatografi untuk komponen sukrosa dalam tetes maka peluang untuk meningkatkan nilai tambah tetes semakin besar. Maka peluang peningkatan produktivitas semakin terbuka yang akan menambah daya saing industri gula.

Tetes tebu adalah salah satu produk hilir pabrik gula yang masih mengandung 30 - 40 persen sukrosa 4 - 9 persen sukrosa dan 5 - 12 persen fruktosa.

Dengan komposisi kandungan gula demikian, tetes tebu sangat diminati oleh kalangan industri fermentasi dalam negeri sebagai bahan baku industri mereka.

Terutama tetes tebu dengan kadar abu yang rendah memiliki pangsa pasar sangat baik. Sedangkan yang berkadar abu tinggi umumnya mengalami kesulitan dalam  pemasarannya.

Tetes tebu dengan kadar abu  tinggi dapat diatasi untuk menurunkan kadar abu tersebut. Salah satu cara yang cukup dikenal selama ini adalah  cara kromatografi.  Metoda ini pada dasarnya merupakan proses  pemisahan komponen-komponen yang terdapat dalam tetes tebu menjadi  fraksi sukrosa, gula reduksi (glukosa dan fruktosa) serta non gula (abu).

Pemanfaatan kembali fraksi sukrosa dari tetes tebu untuk dikristalkan merupakan kajian yang menarik untuk diketahui sejauh mana produktivitas akan meningkat.

Sementara glukosa dan fruktosa dapat dijadikan pemanis non sukrosa misalnya dimanfaatkan sebagai sirup berfruktosa tinggi melalui proses enzimatis.

Teknologi Pengambilan Gula dari Tetes Tebu

Proses kromatografi adalah salah satu teknologi untuk memurnikan komponen gula dari bahan non gula seperti abu dan mineral. Dengan cara ini fraksi sukrosa dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa) dapat dipisahkan dari komponen abu atau  mineral dalam tetes tebu.

Hasil proses pemisahan cara kromatografi yang pernah dilakukakn dapat memisahkan fraksi dengan kandungan sukrosa mencapai 90 persen ada pada fraksi sukrosa (Hongisto dan Heikkila, 1977).

Teknik kromatografiini banyak dimanfaatkan dalam penelitian-penelitian pemanfaatan  tetes tebu. Misalnya dikerjakan oleh Kakihana (1989), menggunakan teknik kromatografi untuk proses pengambilan gula dari tetes tebu.

Begitu pula El-Naggar et, al. (1987) memanfaatkan kromatografi resin penukar ion utuk memproduksi gula cair dari tetes tebu. Demikian pula Lin dan Hsieh (1991) mempelajari kemampuan kromatografi resin penukar ion untuk memproduksi sirup invert.

Seoran Periset Hongisto (1980) menyatakan bahwa proses pengambilan kembali gula yang terkandung dalam tetes tebu dengan teknik kromatografi dipengaruhi oleh nilai koefisien distribusi.

Suatu tetapan yang diperoleh dari perbandingan konsentrasi suatu komponen yang terdapat pada fase gerak. Urutan koefisien distribusi pada proses separasi tetes tebu adalah non gula (abu) < sukrosa

Hal ini berarti fraksi abu mempunyai waktu retensi lebih singkat dan akan terpisah lebih dulu dari fraksi sukrosa, glukosa dan fruktosa. Pemisahan abu dari komponen lainnya (sukrosa, glukosa  maupun fruktosa) dirasakan sangat penting karena akan meningkatkan kemurnian dari komponenn sukrosa, glukosa maupun fruktosa.

Dalam proses kristalisasi abu dapat menghambat pembentukan kristal dan membawa sukrosa ke dalam tetes. Dalam  proses fermentasi, abu dapat menghambat metabolisme dan  produktivitas mikroorganisme.

Pemisahan sukrosa untuk dikristalkan kembali secara teoritis berpotensi meningkatkan kristal antara 0,60 -- 1,10 ton per ha tebu.

Glukosa dan fruktosa yang merupakan komponen non sukrosa masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku fermentasi maupun sirup fruktosa tinggi melalui proses enzimatis.

Potensi tersebut diatas diharapkan akan membantu meningkatkan daya saing dan pendapatan pabrik gula dengan mengoptimalkan produk diversifikasinya. 

Peran Penting Resin Penukar Ion 

Dalam proses pemisahan secara kromatografi, resin sangat berperan sebagai pemisah dan berfungsi memfraksinasikan komponen gula dan non gula.

Resin adalah senyawa polimer yang merupakan gabungan antara Stirena dan Divinil benzena melalui suatu ikatan  silang.

Derajat ikatan silang resin mempunyai hubungan dengan sifat fisik dari resin itu sendiri.

Suatu resin dengan derajat ikatan silang sebesar 4 persen mempunyai arti bahwa polimer yang terbentuk terdiri dari 4 bagian Divinil benzena dan 96 bagian Stirena.

Menurut Mochtar (1973), resin yang  banyak digunakan pada umumnya adalah jenis resin organic sintetis yang bersifat polielektrolit.

Secara komersial dikenal 4 jenis resin yaitu jenis kation asam kuat, anion basa kuat, kation asam lemah dan anion basa lemah.

Resin yang digunakan dalam proses fraksinasi komponen gula dalam teets secara kromatografi kolom adalah dari jenis  kation asam kuat  dengan derajat ikatan silang antara 4 -- 8 persen dan ukuran resin antara 0,35 -- 0,60 mm (Hongisto, 1977).

Mekanisme pemisahan dan fraksinasi komponen-komponen dalam tetes tebu  berdasarkan pada prinsip perbedaan berat molekul, daya adsorpsi resin dan efek filtarsi resin terhadap bahan (Hongisto, 1977).

Komponen  non gula karena sifatnya yang relatif tidak teradsoprsi oleh resin akan menempati fraksi pada posisi  terbawah dalam kolom kromatografi.

Sukrosa dengan berat molekul yang lebih besar dari gula reduksi akan menempati fraksi pada posisi berikutnya sedangkan gula reduksi berada pada posisi teratas.

Tetes pada kekentalan 50 derajat Brix harus dijernihkan terlebih dahulu dengan asam fosfat untuk menghilangkan koloid, suspensi dan mineral akan mengganggu dan menutupi permukaan aktif resin yang nanti digunakan pada proses kromatografi.

Hanya tetes tebu yang jernih yang dapat dilewatkan melalui kolom kromatografi berisi resin kation asam kuat.

Proses kromatografi dilakukan terhadap tetes untuk memisahkan sukrosa dari komponen lain dalam tetes.

Untuk mendapatkan perolehan kembali sukrosa dari teets tebu maka sangat perlu untuk dipelajari factor-faktor seperti laju alir eluen, temperatur operasi, besarnya "feed" bahan, penetapan waktu retensi sukrosa dan gula reduksi. 

Dengan mempelajari factor-faktor pembatas tersebut maka akan dapat diketahui kondisi optimal pemisahan kromatografi yang efektif untuk mendapatkan fraksi sukrosa dengan kemurnian yang tinggi.

Dengan demikian proses rekristalisasi fraksi sukrosa menjadi gula pasir akan lebih mudah. Diperlukan pula kajian mengenai factor-faktor yang berpengaruh terhadap rekristalisasi sukrosa agar kristal yang dihasilkan dapat mencapai kualitas gula tertentu.

Teknologi ini sudah semakin berkembang sejalan dengan pesatnya perkembangan teknik kromatografi. Namun industri gula kita belum sempat berfikir ke arah tersebut. Mereka masih terlalu sibuk mengejar target swa sembada gula pasir.

@hensa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun