"Aku baru kembali lagi mengikuti misa di gereja ini. Sudah terlalu lama aku meninggalkan Tuhan. Rasanya terharu sekali."
"Begitulah. Kadang kita kok tega-teganya meninggalkan Tuhan. Padahal Tuhan sendiri selalu setia bersama kita. Dia dekat lebih dekat dari urat leher kita."
"Iya Mas benar. Aku sungguh merasa malu dihadapanNya ketika berdoa untuk memohon ampun. Aku tidak tahu apakah Tuhan mengampuniku."
"Tentu saja mengampunimu, Kayla. Salah satu sifat Tuhan itu Maha Pengampun. Dia lah sebaik tempat untuk memohon ampun."
"Iya Mas," suara Kayla pelan.
"Sudahlah, kamu jangan menangis lagi," kataku sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya.
"Terimakasih Mas Hen. Sudah dengan sabar mau membimbingku kembali mendapatkan kedamaian dalam hidupku. Aku sangat bersyukur bisa mengenalmu." Suara Kayla sambil menatapku.
Sorot matanya yang indah, seakan tajam menembus relung hatiku. Aku sangat tersentuh dan merasakan getaran cinta ini semakin jelas.
"Tidak Kayla. Itu bukan aku, tapi Tuhanlah yang sudah membukakan hati kita untuk menerima cahaya kebenaran." Kataku harus menjelaskan hal yang sangat peka ini dalam tingkat keyakinan seseorang bahwa hanya Allah yang berkuasa atas segala sesuatu.
Penjelasanku sudah cukup dipahami oleh Mikayla namun bagi gadis ini hal yang terpenting adalah rasa damai dan aman sudah dirasakan kembali saat ini.
"Mas tadi di ruang misa, aku bertemu Om Leo, adiknya Ibu. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya."