Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hari Kemarin

19 Januari 2021   14:54 Diperbarui: 25 Januari 2021   16:14 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik paras cantik Mikayla Angela, seperti tersimpan sejuta misteri sehingga saat dia tersenyumpun kadang aku melihat ada garis duka yang dalam. Ada nestapa yang tersimpan berkepanjangan. Seakan menyandera kebahagiaannya.

Lamunan dari seorang Hendarno Al Ghufron. Aku baru tersadar dari lamunanku ketika Mikayla menegurku. 

"Hei Mas Hendar! Kenapa jadi melamun?" Tanya Mikayla.

"Oh iya maaf Kayla. Aku bukan, bukan sedang melamun tapi merenung."

"Apa yang kamu renungkan Mas?"

"Aku berfikir bahwa Tuhan selalu ada dan hadir dalam seluruh masalah yang kita hadapi. Tidak ada satu perkarapun yang menjadi solusi kecuali dengan campur tanganNya" Kataku berfilosofi.

"Ya Mas. Aku juga yakin Tuhan selalu hadir dalam semua kejadian yang kita alami. Misalnya aku ditakdirkanNya bisa berkenalan dengan mas Hendar."

"Betul Kayla. Aku pertama kali melihatmu di Halte depan Kampus itu!"

"Aku juga Mas. Saat itu aku mempunyai firasat bahwa aku akan bertemu dengan seorang Pria yang baik, ramah, sopan dan hormat kepada wanita," kata Mikayla dan kulihat raut wajahnya mulai mendung, matanya berkaca-kaca.

BACA JUGA : Tiffany Bicara Mikayla

BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo Pesantren

Aku memperhatikan ada gurat-gurat nestapa itu di wajah teduhnya. Mikayla terdiam sejenak, kemudian melanjutkan curahan hatinya.

"Selama ini aku selalu menilai bahwa laki-laki itu adalah mahluk keji, tidak beradab, budak nafsu dan penjajah yang sempurna bagi wanita," kata Mikayla dengan suara pelan.

Aku biarkan saja dia mengeluarkan semua isi hatinya. Maka akupun menjadi pendengar yang baik untuk semua curahan hati Mikayla.

Duka nestapanya, baik pada masa lalu maupun yang saat ini sedang dia rasakan, tumpah ruah. Akupun memungutnya dengan utuh satu demi satu. Biar semua kepedihan hatinya segera saja terbuang ke tempat yang tidak pernah memungkinkan dia temukan lagi.

"Mas Hen, sebenarnya aku tidak mau lagi bercerita tentang peristiwa malam jahanam itu. Mengingatnya saja aku tidak kuasa apalagi menceritakannya kembali. Namun aku harus bicara untuk Mas Hendar," kata Mikayla mulai terisak.

Malam itu bagi Mikayla adalah malam yang mengerikan penuh dengan lumpur dosa, maka wajar jika dia menyebutnya dengan malam jahanam.

Sebelum masa kelam itu, masa remaja Mikayla di Kota Medan itu demikian indah dan manis. Keluarga yang bahagia dan harmonis.

Prestasi belajarnya sangat luar biasa sehingga Mikayla merasa bangga akhirnya bisa diterima kuliah di sebuah Perguruan Tinggi terkenal di Bandung seperti yang dicita-citakannya selama ini.

Namun sejak Ayahnya meninggal yang terjadi saat dia sudah kuliah jauh di rantau, kebahagiaannya seakan telah terengut.

Beban hidup keluarga harus dipikul oleh Ibunya. Walaupun Ibunya tetap bekerja sebagai wanita karir namun tetap saja beban yang dipikul terlalu berat.

Mikayla bisa memahami jika Ibunya harus menikah lagi maka diapun memberikan restu. Bagi Mikayla pernikahan Ibunya penuh dengan harapan perbaikan ekonomi untuk keluarganya sehingga kuliahnya di Bandung juga berjalan dengan lancar.

Mikayla teringat saat pertama kali bertemu dengan lelaki calon ayah tirinya. Kesan pertama yang terlintas bahwa dia seorang lelaki yang ganteng berbadan tegap dan kelihatan bertanggung jawab. Sangat pantas untuk Ibunya yang hingga kini masih tetap cantik.

Namun hanya ada sedikit ganjalan bagi Mikayla, mata calon ayah tirinya itu jika memandang Mikayla seperti sedang menelanjangi dirinya. Mungkin wajar siapapun lelaki pasti terpana jika berjumpa dengan Mikayla, seorang gadis yang molek, rupawan, berkulit putih dengan rambut terurai.

Namun jika hal ini dilakukan oleh calon ayah tirinya maka bagi Mikayla tentu saja merasa risih. Sikap itu sangat tidak wajar. Hampir saja Mikayla ingin mengutarakan hal ini kepada Ibunya namun dia urungkan. 

Mikayla hanya berfikir bahwa itu mungkin hanya perasaannya saja. Ternyata sampai saat ini firasat seorang wanita tidak boleh diremehkan.

Suatu hari Ibunya sedang mendapat tugas dari perusahaannya ke luar Kota. Saat itu Mikayla sedang berlibur semester di Medan. Mikayla sudah merasakan firasat tidak baik saat makan malam bersama Ayah tiri dan ketiga adik laki-lakinya.

Ayah tirinya suka mencuri curi pandang dengan pandangan yang aneh tapi sekali lagi Mikayla mencoba berfikir bahwa itu hanya perasaannya saja.

Di kamar tidur itu Mikayla terlelap hingga saat dini hari yang sepi itu dia baru tersadar ketika merasakan adanya dekapan kuat bak birahi kuda jantan liar dan buas yang membuat Mikayla tak berdaya.

Mikayla berusaha meronta namun sia sia. Semakin keras meronta maka semakin buas lelaki biadab itu. Beberapa saat kemudian Mikaylapun terkulai lemah. Kini Mikayla ibarat sekuntum bunga yang layu, lusuh penuh dengan debu.

Sebuah noda dosa berwarna merahpun menetes basah diatas sprey putih itu. Hanya tangisan pilu Mikayla penuh dengan perih dan sedih.

Peristiwa malam jahanam itupun harus terjadi. Bagi Mikayla Ayah tirinya adalah seorang biadab lebih buas dari binatang buas manapun.

Aku mendengarkan Mikayla yang bercerita sambil berurai air mata. Aku melihat wajahnya begitu murung penuh dengan kepedihan dan penderitaan.  

"Sejak itu aku sudah tidak pernah lagi berhubungan dengan keluargaku di Medan. Aku sampai saat ini masih menaruh rasa dendam terhadap lelaki," kata Mikayla ditengah-tengah isak tangisnya.

Aku masih terdiam mendengar cerita memilukan ini. Tidak bisa terbayang bagaimana penderitaan yang harus ditanggung gadis yang malang ini.

Menghilangkan trauma akibat perkosaan membutuhkan waktu yang lama. Aku kagum kepada Mikayla yang begitu tegar bercerita kembali peristiwa traumatis itu.

Dia begitu lancarnya bercerita peristiwa pedih itu dan aku adalah orang yang dia percaya untuk mendengarkan isi hatinya.

Sebagian besar wanita yang mengalami perkosaan tak pernah bisa melupakan peristiwa pedih tersebut seumur hidupnya. Apalagi bagi Mikayla, yang merengut dengan paksa mahkota gadisnya adalah Si Biadab ayah tirinya.

Sungguh memilukan. Tentu saja efek dari tindakan biadab itu telah merasuk ke seluruh sendi kehidupannya. Bisa jadi Mikayla memilih untuk tidak menikah selama lamanya. Akibatnya trauma itu Mikayla menganggap bahwa setiap pria adalah sama, jahat, kejam dan tak bisa lagi dipercaya.

"Mas Hendar, aku ini wanita yang sudah berlumur dengan dosa. Sangat terhina. Apakah Tuhan mau memaafkanku jika aku kembali ke jalanNya?" Tanya Mikayla seolah bertanya kepada dirinya sendiri.

"Kayla, tentu saja Tuhan itu Maha Pemaaf tinggal kita melakukan taubat dan kembali kepadaNya."

"Apa yang kulakukan selama ini hanya sekedar untuk bertahan hidup namun ternyata jalan ini adalah jalan sesat. Aku telah salah melangkah," kata Mikayla lagi.

"Kayla yang penting bagimu sudah mau menyadari karena masalah dalam hidup itu bukan untuk dibiarkan, tetapi harus dihadapi dengan segala risiko yang harus dijalani."

"Mas Hen jujur saja saat aku bertemu denganmu, ada rasa damai tatkala mendengar tutur kata yang keluar dari seorang lelaki yang baik penuh ketulusan," kata Mikayla. Aku terharu mendengar penuturan jujurnya tentang diriku.

Kehidupan selalu menawarkan harapan bagi siapa saja yang terus bersungguh sungguh dalam berupaya. Buanglah semua fikiran dan pandangan yang melemahkan.

Ambillah hal hal yang secara nyata membawa keluar dari masalah rumit yang tidak bisa selesai dalam hitungan detik. Yakinlah bahwa Allah sebaik baik Penolong.

Sejak pertemuan malam itu aku semakin simpati dengan nasib Mikayla. Aku semakin bertekad untuk memberikan semangat kepadanya apalagi Mikayla sudah bertekad ingin kembali ke jalan yang penuh dengan warna putih.

Lambang kesucian dambaan semua insan yang berharap selalu dengan kasih dan sayangNya.

Hari kemarin hanya sesekali saja boleh di tengok, sekedar sebagai pengingat pengalaman pahit. Hari di depan jauh lebih penting dan hari ini adalah kepastian langkah menuju ke sana.

@hensa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun