Beberapa kali aku kembali bertemu dengan Mikayla. Keakraban diantara kami semakin terasa. Terakhir kembali ketemu dia di Perpustakaan Pusat. Saat itu aku sempat minta maaf karena masih belum bisa berkunjung ke rumah kostnya.
BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo PesantrenÂ
Duduk mengobrol sambil bercanda ringan, rasanya aku semakin tidak percaya jika Mikayla adalah 'ayam kampus' yang bisa dipesan lewat online.
Berbincang dengannya terasa nyaman. Aku betah setiap dia tersenyum, betapa indah lukisan senyum di bibirnya. Aku harus jujur bahwa gadis berkulit putih ini memiliki segala aura kecantikan wanita.
Postur tubuh tinggi cukup berisi merupakan daya tarik siapapun yang mengaku sebagai lelaki. Termasuk aku, jomlo pesantren yang harus berkali-kali menghindar dari tatapan yang bisa menjebak dosa.
Memandang seorang Mikayla bagiku seperti sebuah ujian iman. Berpakaian dengan cara sopan saja, setiap lelaki tetap saja memandang Mikayla dengan rasa yang berbeda.Â
Saat makan siang di Kantin Rumah Sakit, aku mengirim pesan via ponsel kepada Mikayla yang isinya ingin berkunjung. Setelah aku melihat jadwal tugasku maka akhirnya aku sepakat malam ini bertemu Mikayla di Rumah Kostnya.
Mikayla mengirim kembali sebuah alamat melalui ponsel walaupun sebenarnya aku sudah dapatkan alamat tersebut darinya. Mikayla tinggal di sebuah Paviliun kawasan jalan Bali.
Alamat itu dari tempat kostku tidak terlalu jauh. Malam itu sehabis sholat Magrib aku meluncur menuju ke sana dengan menggunakan sepeda motor pinjaman dari teman kostku.