Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan

5 Januari 2021   15:46 Diperbarui: 5 Januari 2021   16:00 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari hari yang aku lalui bersamanya adalah hari hari yang penuh keceriaan dan kebahagiaan. Kecantikannya selalu mengingatkanku kepada kebesaran ciptaanNya. Kecantikan jiwanya terutama melebihi segalanya. 

Dalam hatiku selalu tertanam kesadaran tiada satupun urusan yang tanpa campur tanganNya. Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. Dia Maha Memiliki apa apa yang di langit dan di bumi dan diantara keduanya. 

Siapa yang mampu menolak takdirNya ? Ya Mutiara sudah menerima takdirNya. Setahun kemudian wanita pujaanku ini tidak mampu lagi bertahan melawan virus yang ganas itu.

Surabaya di Tengah Hujan Sore Hari

Sore hari di tengah hujan itu aku masih duduk di bangku Halte depan Rumah Sakit. Orang-orang yang menunggu Angkot satu-persatu bergegas menaiki angkutan kota itu sehingga di Halte hanya tinggal aku dan seorang gadis berambut panjang. 

Tiba-tiba saja sebuah mobil Eropa bermerk berhenti dan gadis cantik berambut panjang itu membuka pintu lalu berlalu dari pandanganku. Bukankah dia Mutiara? 

Tidak, Mutiara sudah tiada, bukan, bukan dia. Lalu siapa gadis cantik berambut panjang yang pergi bersama mobil Eropa bermerk itu? Hujan sudah mulai reda hanya gerimis kecil tersisa tapi aku masih di Halte itu sendirian. 

Sementara hari sudah mulai gelap tiba-tiba saja sebuah mobil  sedan kecil merapat. Seorang gadis semampai keluar dari mobil sambil membawa payung.

"Herman ayo kita pulang!" Itu suara Bunga. Aku hanya menurut saja ketika aku digandeng menuju mobil lalu kamipun berlalu meninggalkan Halte itu. Mobil meluncur menembus gelapnya malam yang mulai menjelang.

"Herman, kamu harus bangkit. Mutiara sudah tenang di alam sana," kata Bunga.

"Ya Bunga. Mutiara selalu saja ada di hatiku. Tadi di Halte itu aku juga melihat kembali bayangannya ."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun