Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan

5 Januari 2021   15:46 Diperbarui: 5 Januari 2021   16:00 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Surabaya dalam beberapa hari ini curah hujannya tinggi. Hampir setiap sore dipastikan turun hujan. Aku sudah hampir dua jam terjebak di Halte depan Rumah Sakit. Sementara beberapa orang sudah pergi mendapatkan angkutan kota yang mereka tunggu. 

Di Halte depan Rumah Sakit, aku masih duduk termangu. Teringat di sinilah aku pertama kali bertemu dengan Mutiara. Situasinya juga sama dalam suasana hujan seperti ini. Hujan ini membawaku terkenang kembali kepada Mutiara. Peristiwa dua tahun lalu sekan tampak di depan mata. 

Manado Dua Tahun Lalu 

Ruangan dokter Beny, dokter senior spesialis penyakit dalam ini terasa hening beberapa saat ketika tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

"Ya silahkan masuk!" Kata dr Beny mempersilahkan masuk.

Lalu pintupun terbuka. Seorang wanita cantik berkulit putih separuh baya paling berusia sekitar 45 tahun, berdiri di sana. Aku hanya menebak apakah ini Mamanya Mutiara? Kulihat garis garis  wajahnya memang mirip Mutiara.

"Oh Bu Maya, silahkan duduk," kembali suara dokter Beny. 

Kemudian Om Franky menyambut kedatangan Bu Maya yang ternyata memang benar, dia adalah Mamanya Mutiara. Berarti kakak kandungnya Om Franky. 

Om Franky memperkenalkan aku kepadanya. Ketika aku memanggilnya dengan kata 'Tante', langsung Bu Maya menyuruhku memanggilnya 'Mama'.

"Herman, aku sudah banyak mendengar cerita tentangmu dari Mutiara. Saat sekarang bertemu denganmu seakan aku sudah mengenalmu bertahun-tahun," kata Mamanya Mutiara. Aku hanya terdiam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun