"Tiara, aku juga merasa kehilanganmu," kataku sambil tetap erat memegang tangannya. Mutiara tersenyum. Aku lihat wajahnya yang cantik itu sangat lelah namun senyumnya tetap manis. Saat saat seperti ini aku hanya bisa berbisik kepadaNya.Â
Ya, berikanlah untuk Mutiara jalan yang terbaik menurutMu.
Informasi medis dari dokter Beny sudah jelas bagaimana kondisi Mutiara saat ini. Aku sekarang sudah melihat fakta dari kondisi kesehatan Mutiara sudah sangat parah.Â
Infeksi oportunistik herpes simplex virus tipe 2 bagi penderita HIV adalah hal yang sangat serius karena sistem imunitas tubuhnya yang terus menurun akibat HIV, Â menyebabkan Mutiara memasuki stadium yang kritis.
"Mas Herman, aku merindukan suasana Surabaya. Aku merindukan saat kita berbincang di teras depan tempat kostku. Aku merindukan duduk bersamamu di Halte depan Rumah Sakit itu. Aku merindukan bertemu denganmu di Perpustakaan itu. Aku selalu merindukan setiap petuahmu yang membuat hidupku menjadi cerah," suara Mutiara pelan sambil menatapku dengan senyum di bibirnya.
Kembali aku hanya diam membisu dan membiarkan Mutiara mengeluarkan semua isi hatinya. Mutiara yang malang, kemana para lelaki tuna susila yang biadab itu pada saat Mutiara seperti ini. Tentu saja mereka tidak akan ada yang datang menjenguknya karena mereka memang hanya butuh tubuhnya.
"Mas Herman saat-saat seperti ini baru aku menyadari bahwa Tuhan sedang mengujiku. Pernah Mas Herman bilang orang yang sering mendapat ujian itu pertanda mau naik kelas. Andaikata benar aku sangat bahagia. Namun aku ini penuh dengan kenistaan sangat layak masuk neraka. Aku harus rela menerimanya. Ternyata aku juga adalah mahlukNya yang tidak berdaya melawan neraka-NYa. Sedangkan Sorga adalah tempat yang tidak layak bagiku yang berlumpur penuh dengan dosa ini ," suara Mutiara semakin lemah, lalu nafasnya terputus-putus. Kini tiba-tiba saja kondisinya sangat drop kemudian aku melihat dia pingsan.
Kami segera memanggil Suster yang selama ini merawatnya. Kemudian Suster segera menghubungi dokter Beny. Mereka secepatnya menangani Mutiara sementara Mama Mutiara dan Om Franky dipersilahkan menunggu di luar ruangan. Â
Mama Mutiara masih menangis dalam pelukan Om Franky. Aku sendiri diizinkan dokter Beny untuk menemaninya memeriksa kondisi Mutiara. Faktor psikologis yang membuat Mutiara depresi berat.Â
Aku bisa memahami betapa kecewanya Mutiara karena HIV dan infeksi herpes simplex tipe 2, menyebabkannya harus melupakan untuk menjadi istriku. Itulah kenyataan yang harus aku hadapi kini. Fakta yang sangat menyakitkan dan menyedihkan.
Saat itu kesedihan harus aku rasakan secara mendalam. Bagaimana tidak, Mutiara telah mampu membuatku jatuh hati. Wanita yang telah banyak menciptakan rindu dalam setiap waktuku.Â