"Herman, kamu tahu saat Mutiara mendengar kedatanganmu di Manado wajahnya kembali ceria. Dia sangat menunggu kehadiranmu. Bagi Mutiara, kau itu seperti malaikat penolong, betapa banyak harapan-harapannya berhasil kau bangkitkan kembali. Akhirnya Mutiara menemukan kembali jati dirinya."Â
Mamanya Mutiara berkata terbata-bata dengan berurai air mata. Om Franky berusaha menghibur dengan memeluknya.
"Bagi Mutiara,Hermansyah adalah masa depannya namun ternyata Tuhan kembali harus memberikan ujianNya. Mungkin Tuhan sangat sayang kepada Mutiara sehingga dia harus selalu menerima ujian ini," kembali suara Mamanya Mutiara sambil terisak.Â
Suasana di Ruang dokter Beny itu benar-benar sangat mengharukan.
"Bu Maya semoga bisa bersabar. Kami tetap berupaya menuju tindakan medis lanjut dengan terapi antiretroviral dengan persetujuan pihak keluarga," Â kata dokter Beny.
"Tentu dokter. Apapun yang dilakukan untuk kesembuhan Mutiara, kami pasti setuju," kata Mamanya Mutiara sudah mulai tenang. Â
Suasanapun sudah kembali mencair. Kemudian Om Franky meminta izin untuk segera menjenguk Mutiara di Ruangannya.
"Dokter ijinkan kami menjenguk Mutiara dan terima kasih atas penjelasan lengkap kondisi medis serta dukungannya selama ini," suara Om Franky.
"Ya sama-sama Pak Franky. Silahkan!" Kata dokter Beny mempersilahkan kami meninggalkan ruangannya.
Kami menuju Ruangan dimana Mutiara di rawat. Kami menyusuri koridor menuju tangga terdekat dan selama perjalanan Mama Maya selalu bercerita tentang Mutiara yang begitu senang akan bertemu denganku.
"Herman, Mutiara sudah tidak sabar ingin bertemu denganmu," kata Mama Maya. Aku melihat masih ada sisa tangisan di sudut kedua matanya.