Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Putri Habib Abi

17 November 2020   15:22 Diperbarui: 25 Januari 2021   14:24 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto by Freepik.com

Annisa Humaira, sungguh membuat aku menjadi berbeda. Namun anehnya bayang-bayang Mikayla masih juga tetap betah hadir dalam hatiku. Aku harus bagaimana ini?

"Hendarno Al Ghufron anak bungsu Kiyai Haji Ahsan Ghufron. Tumben nanyain foto Ayam Kampus." Itu jawaban Arga ketika aku kembali menanyakan foto gadis itu tempo hari yang ada di ponselnya.

"Hen memang kamu mau booking dia?" Kata Arga sambil menyeruput kopi pekat dari cangkir warna hitam.

"Tidaklah, aku hanya ingin memastikan. Rasanya aku kenal dia!"

"Serius?" Tanya Arga penasaran.

"Mangkanya mana foto yang dulu itu?" Tanyaku. Lalu Arga membuka ponselnya lalu mencari foto yang aku maksudkan. Setelah ketemu, ponsel itu diberikannya kepadaku.

BACA JUGA : Kisah Cinta Jomlo Pesantren

BACA JUGA : Terjebak Semakin Dalam

Kembali aku memperhatikan foto itu. Benar dia Mikayla. Tapi semakin aku perhatikan aku kembali meragukan foto itu adalah Mikayla yang sekarang ini.

Foto itu seperti jepretan yang sudah lama sekali. Diam-diam aku menghafal nomor kontak yang ada pada Chanel itu sebelum mengembalikan ponsel ke Arga.

"Gimana kamu kenal orangnya?" Tanya Arga penasaran.

"Ternyata bukan cewek yang aku kenal." Kataku acuh tak acuh.

"Bener nih Hen. Bukan apa-apa. Kalau kamu kenal, bisa booking tanpa perantara. Harganya jadi miring." Arga tertawa.

Sobatku satu ini memang agak urakan. Mendengar istilah booking dan harga miring Arga sebenarnya telah merendahkan seorang wanita.  Rasanya miris sekali itu terjadi pada Mikayla.

Pertemuan dengan Arga di Kantin Kampus pagi itu membawa info baru bahwa foto dalam ponsel itu adalah foto lama. Aku juga sekarang memiliki nomor kontak jaringan online Ayam Kampus.

Jangan berpikir "ngeres" dulu, aku mencatat nomor kontak itu hanya ingin memastikan bahwa Mikayla bukan termasuk Ayam Kampus. Caranya dengan berpura-pura memesannya.

Pagi ini usai sarapan bubur ayam di Kantin Kampus, aku bergegas menuju Rumah Sakit sebelum siangnya mengikuti kegiatan akademik spesialis penyakit dalam.

Fokus menjalani kegiatan hari ini dengan paripurna maka akupun merasa begitu banyak manfaat yang aku dapat hari ini. Terutama informasi tentang Mikayla.

Aku masih menggenggam ponsel sambil mencari nomor kontak jaringan Ayam Kampus. Setelah kutemukan lalu "klik" kusambung.

"Hallo!" Suara seorang lelaki menyambut telponlu.

"Mas Mikayla masih kosong?"

"Siapa ini?" Aku tidak menjawab pertanyaannya.

"Kalau masih kosong aku bayar dua kali lipat." Kataku melanjutkan.

"Yang lain saja Bro. Kayla udah gak di sini!"

"Maksud lu?"

"Udah pensiun lama dia. Dua tahun lalu."

"Tapi ini fotonya masih ada!"

"Iya belum sempat dihapus."

Mendengar penjelasan ini rasanya aku merasa lega. Aku sendiri merasa heran dengan kelegaan itu. Aku seakan tidak mempedulikan masa lalunya yang ternyata benar bahwa Kayla dulunya pernah menjadi ayam kampus.

"Hallo Bro gimna jadi pesan yang lain saja?" Tanya Mucikari di seberang.

"Nanti saja." Kataku pendek dan ponsel itu lalu aku matikan.

Mikayla Angela, wanita yang saat ini selalu menjadi bayang-bayang mataku. Apakah ini yang namanya cinta itu buta?

Tadi di Kantin Kampus, Arga ketika menyebut nama Bapak di belakang namaku, Hendarno Al Ghufron, aku merasakan beban ada di pundakku.

Aku adalah anak bungsu seorang ulama berwibawa KH Ahsan Ghufron, pemilik Pesantren Darul Madinah. Bagaimanapun aku harus membawa diri di jalan yang baik.

Namun apakah aku tidak bleh berteman dengan seorang wanita seperti Mikayla Angela? Benar memang dia pernah berada dalam dunia hitam itu namun itu sudah masa lalu.

Pekan ketiga setiap bulan, seperti biasa aku menyempatkan pulang ke Pesantren. Bapak dan Ibu pasti menyambutku dengan hangat. Namun kali ini mereka seperti lebih bahagia dengan kehadiranku.

"Hen, coba kamu tebak siapa dia?" Tanya Ibuku di ruang tamu itu sambil memperkenalkan seorang gadis berjilbab.

Aku tertegun pada kecantikannya. Gadis berkulit putih yang berpostur tinggi ini hanya tersebyum padaku. Senyum itu mampu membuat hatiku meleleh. Aku juga membalas senyumnya sambil berpikir, siapa dia?

"Ini Annisa Humaira!" Uja Ibu.

"Annisa?" Suaraku terkejut namun takjub.

"Iya Mas Arno!" Annisa memanggilku dengan Arno, nama ujung dari Hendarno.

Gadis yang dulu masih SD kelas 6 ketika aku baru lulus SMA, kini telah tumbuh dewasa dan Masha Allah cantik sekali.

Annisa adalah putri bungsu dari Habib Abi, seorang ulama kharismatik yang cukup dikenal di kotaku. Bapak dan Habib Abi adalah sahabat sangat dekat karena mereka pernah sama-sama berguru di Ponorogo dan Jombang.

Hubungan baik dua keluarga ini sudah seperti saudara dekat. Itulah sebabnya aku juga mengenal Annisa sejak dia masih kecil.

Annisa Humaira, sungguh membuat aku menjadi berbeda. Namun anehnya bayang-bayang Mikayla masih juga tetap betah hadir dalam hatiku.

Aku harus bagaimana ini?

@hensa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun