"Alhamdulillah, tensi sudah mulai membaik dan haemoglobin mudah-mudahan juga sudah meningkat dengan transfusi ini," kata Kinanti.
"Syukurlah beristirahatlah sampai pulih lagi jangan terlalu banyak pikiran," kataku.
"Om Alan sih enggak mau ngerti. Ibu tuh banyak pikiran karena orang Surabayanya nggak mau ngerti," kata Intan lagi-lagi menggoda Ibunya.
"Intan, jangan macam-macam kamu itu," suara Kinanti sambil cemberut. Aku kembali tertawa.Â
Kinanti benar-benar tidak berkutik dikerjain anak gadisnya sendiri. Memang suasana ruangan tempat Kinanti dirawat demikian hangat dengan canda dan tawa. Aku melihat Kinanti seperti terlahir kembali. Â Wajahnya sudah nampak bersinar lagi.
Wanita cantik yang terbaring di ruang perawatan ini seakan sudah pulih. Aku kembali melihat mata yang berbinar jika Kinanti berbicara dan menatapku.
Aku juga merasakan ada rindu pada sorot matanya. Iya Kinanti memang merindukanku, seperti halnya aku merindukannya.
Sabtu pagi esoknya ketika aku kembali menjenguk, Kinanti sudah kelihatan bugar. Wajah cantiknya sudah kembali memancar secerah pagi ini.
Kota Bandung ditemani Matahari yang bersinar dengan langit cerah berwarna biru. Hari ini aku mempunyai kesempatan seharian menemani Kinanti.
Intan sendiri hari Sabtu ini ada kegiatan di Kampusnya sehingga aku benar-benar hanya bersama Kinanti. Aku gembira Kinanti sudah terlihat semakin pulih.
"Menurut dokter yang memeriksaku pagi tadi, Inshaa Allah hari Senin besok aku sudah diperbolehkan pulang," kata Kinanti.