"Iya Alan. Dia mengatakan Bu Kinan harus melihat ke depan karena kita hidup akan menuju ke sana jangan buang buang waktu hanya untuk menyesali sesuatu yang sudah terjadi," kata Kinanti menjelaskan yang dikatakan Listya.
"Malam itu seusai bertemu denganmu aku memang menelpon Listya. Tentu saja dia kaget mendengar berita ini," kata Kinanti.
"Kinan. Memang baik juga Listya tahu tentang keadaanmu saat ini dan tentu saja Listya pasti terkejut dengan berita batalnya pernikahanmu," kataku.
Kemudian aku segera menyudahi percakapan ini agar tidak berkepanjangan dikhawatirkan dapat mengingatkan kembali Kinanti pada peristiwa yang menyakitkan itu.
Pertemuan singkat dengan Kinanti di Bandung itu seolah menjadi titik tolak baru bagiku untuk kembali meraih harapanku. Hari hari ke depan bagiku merupakan hari hari penuh harapan.
Apalagi Intan "Si Cantik Kinanti muda" selalu memberi dukungan agar aku tetap fight memperjuangkan cintaku untuk Ibundanya.
Biasanya Intan menelponku saat jam makan siang, seperti siang itu aku baru saja selesai makan siang dan sholat dhuhur, aku menerima telpon Intan.
"Wa alaikum salaam!" aku membalas salam nya Intan.
"Om Alan sedang apa?"
"Baru saja selesai sholat dan makan siang. Intan sudah makan siang belum? Sekarang ada kuliah apa saja?" Kataku balik bertanya.
"Intan sudah makan Om. Â Hari ini kuliah pagi, baru nanti siang ada Praktikum Kimia Dasar sampai sore nanti. Om Alan, Intan telpon gini ganggu nggak nih?" Tanya gadis cantik yang sedang mekar.