"Kinan ternyata dia tidak setara denganmu. Kau harus mendapatkan cinta yang setara dengan keluhuran cintamu," kataku lagi kulihat Kinanti sudah tidak  menangis lagi.
"Ya Alan seharusnya aku bersyukur karena Allah sudah tunjukkan kepadaku siapa sebenarnya dia. Allah juga yang menunjukkan bahwa teman hidupku bukan dia, mungkin ada yang jauh lebih baik," kata Kinanti dengan suara pelan.
"Kalau begitu mulai saat ini kau harus kembali tersenyum. Dunia ini, beberapa hari ini sangat merindukan senyummu. Â Apalagi Alan Erlangga," kataku mulai menggoda.
"Alan Gombal!" Kinanti mulai tersenyum.
"Senyum Kinanti adalah masa depanku," kataku semakin menggoda.
"Hei apa maksudmu?" Suara Kinanti setengah berteriak.
"Ssssst enggak ada maksud apa-apa," kataku ringan sambil tertawa.
Aku melihat Kinanti cemberut namun yang namanya Kinanti cemberutpun tetap cantik. Ada perasaan lega pada saat Kinanti sudah mulai lagi menemukan jati dirinya.
Begitulah seharusnya seorang wanita yang tegar dan tangguh menghadapi apapun yang dialaminya. Sejak awal memang aku yakin Kinanti harus mampu menghadapi persoalan ini.Â
Boleh dikatakan aku di Bandung ternyata hanya semalam. Berangkat dari Juanda-Surabaya Sabtu sore tiba di Husen-Bandung hampir Magrib. Malam itu juga ketemu Kinanti di sebuah Cafe Jl WR Supratman.
Besoknya, Minggu pagi sudah check in lagi di Husen menuju Surabaya dengan penerbangan paling pagi.