Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lamaran

18 September 2020   16:56 Diperbarui: 22 September 2020   03:21 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto Kompas.com/Dendi Ramdhani

Kota Bandung di hari Minggu yang cerah itu seakan menyambutku dengan keceriaan. Mumpung ada kesempatan, karena aku sudah lama tidak menengok Ibu.

Terakhir ke Bandung sudah hampir sekitar 7 bulan yang lalu. Niat yang lain tentu saja aku ingin ketemu Kinanti sesuai pesannya kepadaku bahwa Kinanti ingin ketemu untuk sekedar diskusi soal teman Dosennya yang mau melamarnya.

BACA JUGA : Cintaku di Titik Nadir, Benarkah?

Di Bandara Husen itu, aku langsung menuju Pintu keluar dan kulihat Kinanti Puspitasari sudah menunggu.

"Assalaamu alaikum Profesor bagaimana penerbangan Anda cukup nyaman dan menyenangkan? Saya siap menjemput dan mengantar kemana Profesor mau?" Kata Kinanti bercanda sambil tertawa riang.

"Terimakasih Bu Kinan," jawabku sambil membungkukkan badan seperti hormatnya orang Jepang.

Kami berjalan menuju Tempat Parkir yang jaraknya hanya 50 meter dari Teras Utama Bandara.

Kami meluncur ditengah lalu lintas Kota Bandung yang sudah terbiasa macet. Baru masuk jalan Pajajaran saja kemacetan sudah mulai terasa.

Tetapi aku lihat Kinanti sudah terbiasa dengan kemacetan ini seperti halnya aku di Surabaya.

"Sudah biasa Alan tiada hari tanpa macet. Setiap pagi aku berangkat kerja selalu bertemu dengan macet mulai keluar Arcamanik masuk Antapani, Jalan Jakarta sampai Jalan Juanda masuk Ganesha. Inilah Bandung," kata Kinanti.

"Iya Kinan hampir semua kota di Indonesia mempunyai problem sama kemacetan lalu lintas. Anehnya walaupun semua sudah tahu masalahnya tapi solusinya masih belum juga ditemukan." Kinanti hanya menjawab dengan tertawa.

Tanpa terasa perjalanan sudah hampir sampai di depan rumah Kinanti. Sebuah rumah asri di kompleks perumahan Acamanik.

Bapak dan Ibu nya Kinanti menyambutku dengan hangat. Maklum sudah lama memang kami tidak bertemu.

Demikian pula putri tunggal kesayangan, Intan Permatasari menyambutku dengan senyum. 

Gadis remaja yang sedang tumbuh dewasa ini tampak anggun seperti Ibunya. 

Kami mengobrol di ruang tamu. Intan sempat ikut mengobrol walau hanya sebentar kemudian dia pamit.

Kinanti mulai bercerita tentang teman sesama rekan dosen di Kampus namanya Eko Priotomo.

Lelaki ini dikenalnya sudah cukup lama karena dulu bersama mengambil program S3.

Ternyata Eko Priotomo juga sudah dikenal baik oleh keluarga Kinanti. Sekarang Eko berstatus seorang duda. 

Sudah hampir tiga tahun yang lalu istrinya sudah tiada karena penyakit kanker payudara.

Eko memiliki dua orang anak putra dan putri seusia Intan. Mendengar cerita Kinanti tentang Eko Priotomo aku punya kesan bahwa Eko berasal dari keluarga baik baik dengan rumah tangga yang harmonis.

Apalagi yang harus dipertimbangkan oleh Kinanti. Mereka sungguh merupakan pasangan yang ideal.

Ketika hal ini kusampaikan kepada Kinanti, wanita cantik ini menjawab: "Tidak semudah itu Alan. Sudah lama aku mencoba meyakinkan diriku namun selalu saja aku tidak mampu menemukan jawabannya," demikian kata Kinanti.

"Apakah Intan sudah diajak untuk bicara mengenai hal ini?" Tanyaku.

"Sudah dan dia hanya mengatakan, terserah Ibu. Sebenarnya ini bukan jawaban yang kuinginkan. Intan tidak menjawab dengan tegas ya atau tidak," kata Kinanti.

"Memang sebaiknya harus ditanyakan pada hatimu sendiri Kinan. Walaupun aku mengatakan persetujuanku tapi tetap hatimu yang berhak untuk menjawab dan memutuskan," kataku.

Kinanti hanya terdiam, kulihat tatapannya hampa. Wanita ini seolah menyimpan beban yang harus segera dilepaskan.

Aku juga benar-benar tidak tahu bagaimana membantu melepaskan beban Kinanti.

"Kinan perlu kau ketahui bagiku pilhanmu adalah kebahagiaan, maka selama yang kau pilih adalah kebahagiaan maka aku akan selalu mendukungmu. Ingat aku adalah sahabat sejatimu seperti selalu kau katakan juga kepadaku," kataku.

"Iya Alan terimakasih," kata Kinanti.

Ada tetesan air mata mengalir di pipinya. Kinanti terisak dan aku hanya tertegun memandang wajah cantiknya berurai air mata. Aku menyodorkan selembar tissue kepada Kinanti.

"Maaf Alan aku terharu dengan kata-katamu bahwa kita adalah sahabat sejati dan aku jadi teringat dulu ketika aku mengatakan hal itu padamu," kata Kinanti sambil mengusap air matanya dengan tissue yang kuberikan tadi.

"Kinan, memang masa-masa SMA adalah saat paling indah untuk dikenang," kataku perlahan.

"Dan kau pasti mengatakan bahwa Kinanti Puspitasarti, satu-satunya gadis waktu itu yang berani menolak cintamu." Suara Kinanti kembali sendu.

"Oh bukan itu yang harus ku kenang. Tapi masa persahabatan kita yang penuh dengan ketulusan," kataku. Kulihat Kinanti sudah kembali tersenyum.

"Alan, memang kamu adalah sahabat sejatiku."

Kinanti tersenyum dengan sisa tetes air mata di pipinya. Wajah cantik Kinanti tetap memancarkan aura.

Andai saja aku seorang pelukis, maka kulukis wajah cantik itu menjadi karya seni bernilai tinggi.

Saking kagumnya aku memandang wajah cantik Kinanti sehingga tanpa sadar aku berkata: "Kinan kalau lagi menangis malah tambah cantik!"

"Nah mulai playboy nya kumat!"

Kinanti menegurku sedikit marah tapi aku lihat ada rona merah dipipinya. Tampak wanita itu senang dengan pujianku yang jujur.

"Aku kan boleh mengagumi kecantikan sahabatnya," kataku tambah menggoda.

"Sudah Alan! Jangan ngaco terus." Kata Kinanti menggerutu. Aku hanya tertawa melihat Kinanti yang salah tingkah.

Hari itu rasanya berlalu begitu cepat. Aku harus segera berpamitan kepada Kinanti. Besok siang aku harus segera kembali ke Surabaya.

"Alan selamat jalan maaf aku besok tidak bisa mengantarmu ke Bandara Husein. Kalau ketemu Listya titip salam dariku. Bilang padanya, Bu Kinan kangen."

"Oke Boss nanti aku sampaikan untuk Listya. Bu Kinan tidak ada pesan untuk Profesor Alan?" Tanyaku kembali menggoda.

"Ada tolong bilang kepada Profesor Playboy jangan sering-sering memuji kecantikan sahabatnya," kata Kinanti sambil tersenyum penuh arti.

Ya Tuhan itu adalah senyum manis Kinanti seperti ketika ia masih SMA dulu senyum yang selalu aku kagumi. 

"Baik Bu Kinan pesannya akan aku sampaikan kepada Profesor Playboy," kataku sambil tertawa dan sebuah cubitan mendarat diperutku.

Hari yang sangat mengesankan bagiku dan mungkin juga bagi Kinanti Puspitasari.

Kinanti Puspitasari adalah sahabat sejatiku. Wanita cantik ini adalah seorang yang pernah dekat di hatiku.

Seorang yang dulu pernah meluluhkan hatiku, seorang yang selalu tulus mempertahankan arti persahabatan.

Kinanti tiba-tiba sekarang harus hadir lagi ditengah-tengah kegalauan hatiku, keresahan hatiku, kegundahan hatiku.

Aku kadang-kadang bertanya sesungguhnya cinta yang bagaimana yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang diizikan untuk saling memiliki.

Apakah cinta yang dulu pernah ada antara aku dan Diana Faria? Ataukah cintaku yang tidak berbalas kepada Kinanti Puspitasari? Ataukah cinta yang sekarang pernah ada antara aku dan Daisy Listya?

Realitanya adalah Diana Faria telah damai bersamaNya, Daisy Listya adalah istri Rizal Anugerah. Sedangkan Kinanti Puspitasari adalah wanita yang sedang sendiri.  

Kinanti bagaimanapun juga adalah wanita yang juga tersimpan rapi di salah satu relung hatiku.

Wanita yang mempesona karena kelembutan tutur katanya, keramahannya, ketegasan sikap dan prinsipnya.  

Persahabatan yang sangat tulus. Saat saat kebersamaan dengan Kinanti waktu itu membuatku rindu kembali menuju masa lalu.

Kinanti segera menentukan masa depan rumah tangganya. Apakah akhirnya Kinanti menerima lamaran Eko Priotomo?

Aku harus sudah siap kehilangan dirinya. Untuk kebahagiaan Kinanti, mengapa tidak?  

@hensa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun