Hari itu rasanya berlalu begitu cepat. Aku harus segera berpamitan kepada Kinanti. Besok siang aku harus segera kembali ke Surabaya.
"Alan selamat jalan maaf aku besok tidak bisa mengantarmu ke Bandara Husein. Kalau ketemu Listya titip salam dariku. Bilang padanya, Bu Kinan kangen."
"Oke Boss nanti aku sampaikan untuk Listya. Bu Kinan tidak ada pesan untuk Profesor Alan?" Tanyaku kembali menggoda.
"Ada tolong bilang kepada Profesor Playboy jangan sering-sering memuji kecantikan sahabatnya," kata Kinanti sambil tersenyum penuh arti.
Ya Tuhan itu adalah senyum manis Kinanti seperti ketika ia masih SMA dulu senyum yang selalu aku kagumi.Â
"Baik Bu Kinan pesannya akan aku sampaikan kepada Profesor Playboy," kataku sambil tertawa dan sebuah cubitan mendarat diperutku.
Hari yang sangat mengesankan bagiku dan mungkin juga bagi Kinanti Puspitasari.
Kinanti Puspitasari adalah sahabat sejatiku. Wanita cantik ini adalah seorang yang pernah dekat di hatiku.
Seorang yang dulu pernah meluluhkan hatiku, seorang yang selalu tulus mempertahankan arti persahabatan.
Kinanti tiba-tiba sekarang harus hadir lagi ditengah-tengah kegalauan hatiku, keresahan hatiku, kegundahan hatiku.
Aku kadang-kadang bertanya sesungguhnya cinta yang bagaimana yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya yang diizikan untuk saling memiliki.