Apalagi yang harus dipertimbangkan oleh Kinanti. Mereka sungguh merupakan pasangan yang ideal.
Ketika hal ini kusampaikan kepada Kinanti, wanita cantik ini menjawab: "Tidak semudah itu Alan. Sudah lama aku mencoba meyakinkan diriku namun selalu saja aku tidak mampu menemukan jawabannya," demikian kata Kinanti.
"Apakah Intan sudah diajak untuk bicara mengenai hal ini?" Tanyaku.
"Sudah dan dia hanya mengatakan, terserah Ibu. Sebenarnya ini bukan jawaban yang kuinginkan. Intan tidak menjawab dengan tegas ya atau tidak," kata Kinanti.
"Memang sebaiknya harus ditanyakan pada hatimu sendiri Kinan. Walaupun aku mengatakan persetujuanku tapi tetap hatimu yang berhak untuk menjawab dan memutuskan," kataku.
Kinanti hanya terdiam, kulihat tatapannya hampa. Wanita ini seolah menyimpan beban yang harus segera dilepaskan.
Aku juga benar-benar tidak tahu bagaimana membantu melepaskan beban Kinanti.
"Kinan perlu kau ketahui bagiku pilhanmu adalah kebahagiaan, maka selama yang kau pilih adalah kebahagiaan maka aku akan selalu mendukungmu. Ingat aku adalah sahabat sejatimu seperti selalu kau katakan juga kepadaku," kataku.
"Iya Alan terimakasih," kata Kinanti.
Ada tetesan air mata mengalir di pipinya. Kinanti terisak dan aku hanya tertegun memandang wajah cantiknya berurai air mata. Aku menyodorkan selembar tissue kepada Kinanti.
"Maaf Alan aku terharu dengan kata-katamu bahwa kita adalah sahabat sejati dan aku jadi teringat dulu ketika aku mengatakan hal itu padamu," kata Kinanti sambil mengusap air matanya dengan tissue yang kuberikan tadi.