Melihat aku terdiam lama, rupanya Listya baru menyadari dengan ucapannya.
"Pak Alan maaf. Saya tidak bermaksud mengingatkan Bapak kepada mendiang Mbak Diana Faria," kata Listya sambil memandangku penuh penyesalan.
"Gak apa-apa Listya. Saya sekarang sudah ikhlas." Kataku sambil tersenyum memandang gadis cantik di hadapanku ini.
Saat itu Listya hanya terdiam membisu. Aku melihat wajah itu sangat teduh dan damai dalam balutan jilbab warna putih bersih. Aura kecantikannya terpancar sempurna.
Peristiwa bersama Listya di Laboratorium HPLC itu mungkin tak pernah terulang lagi karena sekarang Listya telah menjadi istri Rizal Anugerah.
Tidak terasa hari semakin sore. Aku masih berada di Laboratorium HPLC menyelesaikan data penelitianku. Rasa penat kepala akhirnya kusudahi dulu pekerjaan pengolahan data tersebut.
Pelataran parkir sore itu sudah kelihatan sepi, hanya ada beberapa mobil yang tersisa.
Rute perjalanan pulang seperti biasa harus bertemu dengan rutinitas kemacetan sore hari Kota Surabya.
Di tengah kemacetan arus lalu lintas di Jl. Dr Sutomo, alunan lagu Air Supply-Goodbye dari tape mobilku, mengalun merdu namun memilukan hati. Beginilah sepenggal syair lagu itu.
I would rather hurt myself. Than to ever make you cry.
There's nothing left to try. Though it's gonna hurt us both.