Tiba-tiba saja ponselku berdering, aku melihat panggilan Kinanti. Aku minta izin Audray untuk menerima telpon. Sekitar lima menit Kinanti menelpon hanya sekedar menanyakan kabarku.
"Pasti tadi telpon dari calon istri ya Pak?" Tanya Audray penasaran.
"Rahasia dong kamu gak boleh tahu," Kataku bercanda.
"Ngaku saja Pak. Pasti calon Istri. Masa Profesor mau jomblo terus," kata Audray masih juga penasaran. Kembali aku tertawa dan ini telah membuat Audray merasa kesal.
"Benar Lin. Tadi itu dari calon istriku. Namanya Kinanti Puspitasari," kataku sekenanya. Maksudku hanya bercanda tapi setelah sadar aku kaget juga.
"Gadis mana Pak? Mahasiswi Farmasi? Namanya cantik sekali," pertanyaan beruntun Audray kembali membuat aku tersenyum.
"Ya Kinanti bukan mahasiswa Farmasi disini, tapi Dosen Farmasi di Bandung. Â Dia dulu adalah teman SMA. Kinanti namanya cantik, tentu dong orangnya juga cantik," kataku.
Audray terdiam membisu beberapa saat. Sekilas ada rasa kecewa di raut wajah cantik berkulit kuning langsat ini.
"Apakah aku sudah kehilangan harapan?" Kata Audray seolah-olah bertanya kepada diri sendiri.
"Harapan apa Lin?"
"Dari dulu aku pengagum Prof Alan. Bapak juga tahu? Kalau sudah ada Kinanti di hati Bapak berarti aku kehilangan harapan dong," kata Audray.