Di Pelaminan itu, aku melihat bagaimana tatapan Listya ketika Kinanti kuperkenalkan kepadanya. Tatapan yang seolah menanyakan : "Pak Alan inikah wanita itu?" Listya seolah ingin mengatakan itu.Â
Ruang tunggu Stasiun Gubeng Surabaya Kota sepagi ini suasananya sudah hiruk pikuk. Aku masih duduk di ruang tunggu kedatangan.Â
Hari ini Kinanti Puspitasari berkunjung ke Surabaya untuk menghadiri Workshop tentang Tanaman Obat di Kampusku.
Sewaktu berjumpa dalam acara simposium farmakologi di Bandung beberapa waktu yang lalu, aku berjanji menjemput Kinanti di Stasiun Gubeng dan menemaninya selama di Surabaya.
Duduk di Ruang tunggu selalu membawa pikiran kemana-mana. Di tengah hiruk pikuk orang-orang yang berpergian itu lamunanku tertuju kepada Daisy Listya. Gadis ini dua hari lagi melangsungkan pernikahannya.
BACA JUGA : Â Di Antara Dua Bidadari
Mengingat Daisy Listya, gadis cantik ini  rasanya baru kemarin aku membimbingnya sebagai mahasiswa skripsi hingga akhirnya dia lulus.
Teringat saat-saat kesibukan di laboratorium bersamanya. Â Aku benar-benar terperangah ketika berbincang atau mendengarkan tutur katanya.Â
Ketika dia tersenyum atau tertawa, gadis ini sangat lembut hatinya. Aku merasakan aura kecantikan hatinya.
Hatiku terasa damai tentram karena mendengar tutur kata lembut gadis ini begitu mempesona.Â
Kesan pertamaku tentang Listya selalu terpatri dalam hatiku terutama karena dirinya mirip dengan Diana Faria, mendiang calon istriku.
"Pak Alan bagaimana kalau metode spektrofotometri saja yang digunakan?" Tanya Listya suatu hari ketika kami berdiskusi tentang metode analisis instrumen yang dipakai dalam penelitian skripsinya.
"Ya Listya bisa dengan Spektrofotometri tapi jauh lebih selektif jika menggunakan HPLC." Kataku menjelaskan.
"Baik pak memang HPLC lebih akurat pemisahannya untuk komponen-komponen penting ini. Tetapi Pak. Saya belum begitu familiar dengan alat HPLC ini karena dulu praktikumnya berkelompok," kata Listya ragu.
"Jangan kuatir Lis nanti bisa kursus kilat sama Profesor Alan Erlangga," kataku bercanda sambil tertawa.
Listyapun tertawa. Oh begitu manisnya dia tertawa. Sebaris gigi-giginya jauh lebih rapi dari model iklan pasta gigi apapun di Televisi.
Dialog-dialog ringan ditengah-tengah diskusi tentang skripsi yang serius membuat kami begitu akrab.
Gadis ini kecerdasannya tidak diragukan lagi. Kursus kilat HPLC* benar-benar kursus kilat betulan, karena cukup hanya satu hari Listya sudah mampu menguasai alat canggih itu.
"Lis sekarang saya sudah lega melepasmu untuk bercengkrama dengan HPLC ini jangan kuatir berteman dengan alat ini sangat menyenangkan pokoknya bisa lupa waktu. Bagiku HPLC sudah seperti istri keduaku," kataku kembali berseloroh ketika saat itu aku memberikan kursus kilat HPLC.
"Lho Pak lalu istri pertamanya kok  belum pernah dikenalkan kepada saya?" kata Listya juga bercanda karena Listya memang tahu kalau aku belum beristri.
"Lis jangan begitu ah. Istri pertamanya masih entah dimana mungkin cewek-cewek tidak ada yang berminat menjadi istriku maka kalau begitu berarti HPLC adalah istri pertamaku," kataku sambil tertawa.
Kami bersenda gurau ditengah-tengah keseriusan menganalisis sampel-sampel penelitian skripsinya Listya.
Masa-masa gembira bersama Listya yang mungkin tak akan pernah terulang lagi.Â
Mengingat ingat saat itu, aku merasakan kebahagiaan. Namun kembali aku harus realistis karena dua hari lagi Listya sudah menjadi istri Rizal Anugerah.
Saat ini aku seolah merasakan getaran hati Listya ketika aku ingat bagaimana tatapan matanya memandangku sambil berkata :Â
"Sungguh saya sangat  terharu kalau ingat cerita Mbak Diana Faria. Bapak harus mulai mendapatkan teman hidup yang menjadi cahaya mata hati bapak sehingga bapak merasa tentram kepadanya. Saya akan bahagia jika bapak segera menemukan gadis tersebut."
Suara Listya masih terngiang di telingaku. Gadis itu berdoa untukku dengan tulus.Â
Aku seperti mampu membaca sesuatu dalam tatapan matanya. Tatapan mata yang pernah aku kenal dalam suatu masa.Â
Tatapan mata ketulusan penuh dengan kasih sayang yang pernah aku dapati dari Diana Faria.Â
Benarkah Daisy Listya? Jawabannya hanya dia yang tahu.
Pagi itu kesibukan Stasiun Kereta Api Gubeng semakin ramai karena keberangkatan beberapa Kereta Api diantaranya Argo Wilis menuju ke Bandung, Sancaka pagi menuju Yogyakarta dan Penataran ke Blitar.
Selain itu keramaian dan kesibukan di sana juga karena banyak para penjemput masih menunggu kedatangan KA Turangga dari Bandung dan Bima dari Jakarta.
Terdengar pengumuman bahwa pada jalur 6 KA Bima dari Jakarta akan segera masuk.Â
Aku masih duduk di ruang tunggu itu, sementara beberapa penjemput mulai berdiri menunggu kedatangan KA Bima.Â
Menurut jadwal setelah Bima ini adalah Turangga dari Bandung.
Tiba-tiba suara ponselku berdering. Ternyata Kinanti memanggil di seberang sana.
"Alan apakah kamu sekarang sudah di stasiun?" tanya Kinanti.
"Ya Kinan aku sudah menunggumu. Sebentar lagi keretamu tiba di Gubeng!" kataku.
"Ok Alan, terima kasih."
Beberapa saat kemudian Turangga berhenti mengakhiri perjalanannya di jalur 6 Stasiun Gubeng.
Dari jauh aku melihat Kinanti, aku melambaikan tanganku. Kinanti langsung membalas lambaian tanganku.
"Assalaamu alaikum Profesor Alan!" Sapa Kinanti.
"Wa alaikum salaam. Sobat cantikku!" Kataku membalas sapaannya sambil tersenyum.
Kami kemudian bergegas menuju tempat dimana mobilku di parkir. Kinanti minta diantar ke rumah pamannya yaitu adik kandung ibunya di kawasan Jl. Sulawesi.
Selama di Surabaya, Kinan akan menginap disana. Setelah Kinanti mandi, ganti baju dan sarapan akhirnya kami kembali menuju Kampus dimana Workshop diselenggarakan.
Aku sendiri tidak mengikuti acara itu namun berjanji sorenya aku akan menjemput Kinanti.Â
Hari itu agenda kerjaku sangat padat sekali. Ada rapat akreditasi laboratorium dan sorenya setelah mengisi kuliah aku segera bergegas menuju tempat Workshop. Di sana kulihat Kinanti sudah menungguku.
"Bagaimana Kinan acara workshopnya?" tanyaku.
"Cukup menarik tapi aku ngantuk sekali soalnya semalaman di Turangga tidak bisa tidur. Oh ya Alan untuk kembali ke Bandung aku sudah dapat tiket Lion Air aku mohon kau mau antar aku ke Bandara Juanda!" Pinta Kinanti.
"Dengan senang hati Bu Kinan, hamba siap mengantar kemana saja selama di Surabaya ini. Lho Kinan memangnya kapan kembali ke Bandung?" Tanyaku.
"Minggu pagi pukul 9.00 sudah harus check in di Juanda. Terpaksa dapat tiket ke Jakarta karena yang ke Bandung sudah habis," jawab Kinanti.
Sore itu kami segera meninggalkan Kampus. Kuantar terlebih dulu Kinanti menuju jalan Sulawesi dimana ia menginap selama di Surabaya.
"Malam ini sebenarnya aku ingin mengajakmu makan malam tapi kamu pasti masih lelah butuh balas dendam untuk tidur ya Kinan !" Kataku sambil tertawa.
"Besok malam saja Al !"
"Ok. Kalau begitu aku cabut  dulu ya...Assalaamu alaikum!" kataku berpamitan.
Esok malamnya kami berada di sebuah Rumah Makan di kawasan Kompleks Manyar Megah Indah dengan menu ikan mas bakar kesukaannya Kinanti.
Aku sengaja memang mengajak Kinanti untuk bersantap ikan bakar. Makan malam yang benar-benar santai sambil berbincang masa-masa SMA yang tidak pernah bosan-bosannya.
Perbincanganpun akhirnya sampai juga pada topik Diana Faria dan Daisy Listya. Kisah yang sekarang sedang aku alami di Surabaya ini.
"Kisah yang mengharukan Alan. Aku memang tidak kenal Diana Faria maupun Daisy Listya tapi aku bisa merasakan dua wanita ini sangat istimewa dihatimu. Wanita-wanita yang penuh dengan pesona." Kata Kinanti.
"Ya Kinan dan besok Sabtu 27 Februari Listya akan melangsungkan pernikahannya. Aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan Listya. Aku benar-benar harus mencoba tetap tegar." Kataku dengan perasaan tak menentu.
"Alan, Allah itu sebaik-baik perencana dan Dia juga Maha Mengetahui apa-apa dan siapa yang terbaik bagimu, " suara Kinanti mengingatkanku.
"Ya Kinan terima kasih. Aku sangat yakin itu karena rasanya tidak mungkin Allah mendatangkan Listya padaku jika Dia tidak memiliki rencana yang baik untukku."Â
"Hanya saja begitu sulitnya untuk memahami rahasiaNya. Hanya melalui petunjukNya kita mampu memahami segala keputusanNya."Â
"Betul Al dan manusia tidak pernah berhak untuk memutuskan. Kita hanya pelaku kehidupan yang dikendalikan oleh yang Maha Punya kehidupan!" Kata Kinanti.
"Subhanullah. Bersyukurlah kita yang tetap selalu ingat kepadaNya," kataku.Â
"Alan aku ingin sekali bertemu dan berkenalan dengan Daisy Listya. Gadis ini adalah pilihanmu dan aku yakin Listya adalah seorang gadis yang istimewa," suara Kinanti mengagetkanku dari lamunanku. Â
Kinanti ingin sekali kenal dengan Listya? Ya memang Listya bukan gadis sembarangan. Listya mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam hatiku.
"Kalau begitu bagaimana kalau besok kau mau menemaniku datang ke Resepsi pernikahan Daisy Listya." kataku memberi usul untuk menemaniku pergi ke Resepsi Pernikahan Listya. Â
Kinanti setuju atas usulku. Rupanya Kinanti penasaran dengan ceritaku tentang Daisy Listya.
Sabtu pagi 27 Februari kami menuju kota Malang untuk menghadiri pernikahan Daisy Listya.Â
Alhamdulillah perjalanan cukup lancar sampai di kota Malang walaupun kemacetan kawasan dalam Kota tidak bisa dihindari.Â
Kami menuju Gedung Al-Hikam di jalan Kalpataru ke arah Cengger ayam, tempat dimana resepsi pernikahan Listya berlangsung.Â
Gedung yang tidak terlalu besar ini sudah dipenuhi para undangan untuk mengucapkan selamat kepada mempelai berdua.Â
Dari jauh kulihat Listya dengan ramah menyambut para undangan yang menyampaikan ucapan selamat mereka.Â
Listya sangat cantik sekali dengan pakaian pengantinnya. Tidak bosan-bosannya aku memandang gadis idamanku ini yang sekarang sudah menjadi istri orang lain.
Setelah ikut antrian yang panjang, kini tibalah saatnya giliranku menyampaikan ucapan selamat kepada Listya.Â
Ya kini didepanku adalah Listya istrinya Rizal, suami yang berdiri disampingnya.
"Pak Alan ! " Listya menyapaku lebih dulu sambil menatapku tajam. Oh Tuhan ini adalah tatapan Diana Faria. Ya di depan gadis ini aku seperti melihat Diana Faria.Â
Aku dapat merasakan cinta pada tatapan mata Listya seperti cintanya Diana Faria. Sejenak aku terdiam sambil menatap Listya. Â Berilah aku kekuatan ya Allah.
"Listya selamat !" Kataku perlahan hampir tak terdengar. Hampir saja aku lupa memperkenalkan Kinanti karena aku tidak dapat meredam perasaanku.
"Oh ya Listya, ini Bu Kinanti!" Kataku sambil memperkenalkan Kinanti padanya. Listya malah kembali menatapku penuh arti.
"Bu terima kasih !" Suara Listya sambil tersenyum ramah menyambut uluran tangan Kinanti.
Aku melihat bagaimana tatapan Listya ketika Kinanti kuperkenalkan kepadanya. Tatapan yang seolah menanyakan : "Pak Alan inikah wanita itu?" Listya seolah ingin mengatakan itu.
Kinanti Puspitasari sempat menggenggam tanganku agar aku tabah. Aku merasakan kehangatan genggamannya.Â
@hensa
Keterangan : * HPLC kependekan dari High Perfomance Liquid Chromatography yaitu piranti canggih di Laboratorium untuk analisa komponen suatu senyawa kimia/biologi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H