Semua orang yang menyaksikan laga antara Atalanta lawan Paris Saint Germain (PSG) pasti setuju bahwa Atalanta, klub asal Italia tersebut bermain sangat luar biasa mengimbangi Raksasa dari Perancis, PSG.Â
Ketika mereka berhasil membuat gol pada menit ke-27 melalui tendangan kaki kiri Pasalic, penggemar Atalanta pasti sangat terkejut. Bahkan siapapun malam itu tidak pernah terpikir Atalanta bisa mencetak gol.Â
Sebelum laga berlangsung hampir semua pengamat menjagokan PSG sebagai pemenang. Walaupun memang terbukti benar, namun tidak pernah menyangka laga akan berlangsung penuh dengan dramatis.Â
Apa yang bisa dipetik sebagai pelajaran dari laga yang sangat menguras emosi kedua penggemar sepakbola di Italia dan Perancis ini?Â
Kita bisa belajar dari laga malam itu yang berlangsung di Estdio do Sport Lisboa e Benfica, Lisbon Portugal, Kamis (13/8/20) dini hari WIB.Â
Kolektivitas skuad Atalanta menjadi pelajaran pertama. Tim asuhan Gian Piero Gasperini malam itu telah menunjukkan penampilan yang sangat kompak.Â
Mereka adalah tim yang relatif tidak memiliki "Super Star" seperti yang dimiliki oleh PSG yang penuh dengan para "Bintang".Â
Tapi justru dengan kondisi seperti itu membuat mereka sangat kompak bermain secara kolektif. Tidak ada satu pemain pun yang bermain sangat individualis.Â
Pelatih Gasperini berhasil menerapkan skema permainan sederhana dengan umpan pendek merapat.Â
Hal itu terlihat di babak pertama, Atalanta sangat menguasai permainan mengimbangi PSG dengan penguasaan bola sekitar 49 persen.
Gasperini sudah mengubah tradisi sepakbola ala Italia dari sistem grendel menjadi pola menyerang dengan skema 3-4-3.Â
Mereka menguasai lini tengah dengan kuartet mereka. Demikian pula trio penyerang yang agresif membuat kewalahan lini belakang PSG. Â
Gol mereka di menit ke-27 itu juga hasil kerja sama yang cerdas dari dua penyerang Atalanta yang tidak kenal menyerah.Â
Duvan Zapata dan Palasic berkolaborasi di area penalti diakhiri dengan eksekusi cantik Palasic menembus gawang PSG.Â
Sepanjang babak pertama itu, Atalanta bermain kolektif sangat merepotkan kuartet bek PSG, Thiago Silva, Kimpembe, Bernat dan Kehler.Â
PSG hanya sesekali melakukan serangan balik. Paling tidak ada dua peluang emas dari pergerakkan Neymar yang terbuang percuma.Â
Sepanjang babak pertama itu pula PSG seakan tidak menemukan permainan mereka. Sungguh mereka bermain sangat monoton.
Lini tengah mereka yang ditempati trio Marquinhos, Gueye dan Herrera tampak kewalahan mengimbangi para gelandang Atalanta yang menerapkan pola 3-4-3.
Trio penyerang PSG juga terlihat tidak tajam terutama permainan Icardi dan Sarabia yang sangat mudah diantisipasi oleh trio bek Atalanta.Â
Hanya Neymar yang seakan bekerja sendirian dari sisi kiri. Penyerang asal Brasil ini punya dua peluang emas yang gagal dimanfaatkan.Â
Inilah dua faktor yang membuat PSG tidak bermain dengan pola mereka. Untungnya Thomas Tuchel segera menyadari hal tersebut dan langsung merespon dengan pergantian pemain di babak kedua.Â
Julian Draxler dan Leandro Parades masuk menggantikan dua gelandang lainnya, Ander Herrera dan Idrissa Gueye.Â
Masuknya Draxler dan Paredes telah membuat perbaikan transisi positif performa PSG. Dua pemain ini menjadi pembeda.
Tampak nyata kontribusi dua pemain ini sebagai konduktor dua lini PSG yang mengalami kesenjangan di babak pertama.Â
Tidak cukup hanya itu, Tuchel juga merombak lini penyerang mereka. Icardi dan Sarabia diganti oleh Kylian Mbappe dan  Eric Maxim Choupo-Moting.Â
Mereka bersama Neymar benar-benar menjadi hantu menakutkan bagi pertahanan Atalanta. Serangan dari dua sisi sayap maupun dari tengah gencar dilakukan.
Kunci kemenangan PSG tersbut ada dalam empat pergantian di sektor gelandang dan penyerang. Lini tengah pada babak kedua kembali dikuasai PSG.Â
Pergerakkan Draxler, Parades dan Marquinhos sangat efektif. Mereka berhasil menjaga keseimbangan transisi permainan.Â
Mbappe dan Neymar berkali-kali melakukan pergerakan yang cepat melalui sayap. Demikian pula Coupo-Moting selalu mampu menempatkan diri dengan tepat untuk melakukan eksekusi.Â
Puncaknya adalah gol kedua PSG yang dicetak Coupo Moting dimenit 90+3 itu yang membuat PSG lolos ke semi final Liga Champions.Â
Eric Maxim Choupo-Moting, penyerang Paris tersebut pada akhir laga benar-benar mengagumi kegigihan Atalanta. Dia sangat respect pada skuad Atalanta. Â
"Saya sangat senang kami melakukannya. Ketika saya masuk, saya berpikir, 'Kami tidak bisa kalah, kami tidak bisa pulang seperti itu. ' Saya percaya diri, percaya diri dalam tim." Demikian kata Eric usai laga seperti dilansir EUFA.com (13/8/20).Â
Itu yang dirasakan Eric Maxim ketika dia masuk menggantikan Sarabia. Ada keyakinan bahwa PSG tidak boleh kalah dan membawanya pulang ke Paris.Â
Keyakinan seperti ini sangat perlu dimiliki setiap pemain yang ingin memenangkan pertandingan.
Demikian pula dengan penampilan Neymar yang tidak kenal lelah terus bergerak. Kegigihannya yang selalu semangat tanpa kenal lelah telah membuahkan hasil luar biasa.Â
Neymar berkata kepada situs resmi UEFA tersebut : "Saya tidak pernah mengira kami akan kembali ke rumah besok. Di setiap saat, kami hanya mengejar satu hal, maju ke empat besar."
Itu adalah tekad dari seorang pemain dengan penuh rasa optimis. Tekad dan optimis adalah dua hal yang sangat penting dalam mewujudkan sebuah kemenangan.
Thomas Tuchel, pelatih Paris ini juga harus merasakan kebanggaan kepada skuadnya yang bermain sangat mengesankan.Â
"Datang ke sini dengan empat trofi dan sekarang berada di semifinal, semangat grup ini sangat berarti."
"Semua orang di Paris, dan di PSG, bisa sangat bangga karena ini kerja keras dari banyak orang." Demikian kata Tuchel seperti dilansir situs UEFA.com.Â
Selamat untuk Paris Saint Germain. Selalu saja ada drama dalam sepakbola yang bisa dijadikan pelajaran.Â
Salam hangat dan sehat selalu @hensa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H