George Floyd, yang kematiannya dalam tahanan di Minneapolis minggu lalu memicu aksi protes atas penganiayaan orang kulit hitam oleh polisi, ternyata dinyatakan positif mengidap coronavirus.Â
Floyd sudah mengidap coronavirus tersebut berminggu-minggu sebelum kematiannya seperti rilis sebuah laporan otopsi.Â
Dokumen setebal 20 halaman yang dirilis oleh Hennepin County Medical Examiner's Office mengatakan bahwa swab test untuk Floyd pada 3 April 2020 positif terhadap kode genetik virus, atau RNA.
Kabar terbaru yang diwartakan nbcnews.com (4/6/20) di atas tentang hasil autopsi yang sangat mengejutkan tersebut mengundang tanya apakah kematian Floyd diakibatkan coronavirus atau penganiayaan oknum polisi? Â
Fakta dari dokumen yang dirilis nbcnews.com di atas menunjukkan RNA itu dapat tetap berada dalam tubuh seseorang selama berminggu-minggu setelah penyakitnya hilang.Â
Otopsi membuktikan bahwa tes positif kedua setelah kematiannya kemungkinan berarti bahwa Floyd, pria usia 46 tahun ini tidak menunjukkan gejala dari infeksi sebelumnya ketika dia meninggal.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengatakan bahwa tes RNA positif tidak selalu berarti orang itu menularkan penyakit.Â
Tidak ada kejelasan dalam dokumen itu apakah Floyd mengalami gejala pada awal tahun atau merupakan pembawa asimptomatik.Â
Atau ternyata Floyd adalah Orang Tanpa Gejala yang mengidap virus corona. Justru ini yang sangat berbahaya bagi orang lain.Â
Pria kulit hitam ini awalnya ditangkap dengan sangkaan ringan karena diduga menggunakan uang palsu untuk belanja di sebuah toko swalayan.Â
Pada sebuah unggahan video dalam penangkapan itu, polisi menjatuhkan tubuh George Floyd ke tanah sementara petugas lain menginjakkan lututnya ke leher.Â
"Lututmu di leherku. Saya tidak bisa bernapas. Mama. Mama," kata Floyd meminta ampun saat itu seperti dilansir CNN.com (4/6/20). Kemudian tidak lama dia diam terkulai dan dinyatakan meninggal.
Seperti dikutip dari CNN tersebut, Kepala Pemeriksa Medis Andrew Baker mengatakan hasil positif coronavirus sudah bertahan lama dari infeksi sebelumnya
Floyd diduga terkena virus corona tanpa gejala. Baker juga menegaskan bahwa virus corona bukanlah penyebab kematian Floyd.
Kantor pemeriksa medis juga memastikan bahwa kematian Floyd adalah pembunuhan yang terjadi ketika ia ditahan oleh polisi.
Kondisi "signifikan" lain yang mendasari kematiannya, termasuk penyakit jantung hipertensi, keracunan fentanyl dan penggunaan metamfetamin baru-baru ini.
Namun kesimpulan-kesimpulan yang disebut terakhir itu berbeda dengan otopsi independen yang dilakukan oleh patolog untuk keluarga Floyd.Â
Otopsi itu menyimpulkan bahwa Floyd tidak memiliki masalah medis mendasar yang berkontribusi pada kematiannya.Â
Ahli patologi juga mengatakan dia meninggal setelah aliran darah dan udara terputus ke otaknya, menyebabkan dia mati karena asfiksia mekanik. Itu akibat ulah oknum polisi yang menggencet leher Floyd dengan lututnya.Â
Biarlah fakta-fakta akan berbicara nanti melalui penyelesaian secara hukum. Â Tetapi keadilan tetap harus ditegakkan.Â
Salam hangat dan sehat selalu @hensa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H