Ki Damar sudah menduga peristiwa ini bisa terjadi. Teringat sebulan yang lalu ketika ada seorang jawara berilmu yang angkuh menantang keangkeran Leuweung Hideung, akhirnya dia keluar dengan luka sangat parah. Ki Damar tidak mampu mengobatinya dan akhirnya tewas.
Ki Damar merasa takjub melihat Bayu Gandana bisa keluar dari hutan angker itu dalam kondisi sehat. Bahkan Bayu berhasil menolong Bolang dari cengkeraman maut hutan tersebut.
Bayu benar-benar sosok Jawara Banten sejati. Anak muda memiliki budi pekerti baik, berilmu silat tinggi dan gemar menolong sesama. Sangat jarang pada saat sulit seperti yang sedang dialami masyarakat Banten saat ini masih dijumpai seorang Jawara sejati.
Jawara memiliki tiga sifat mulia yaitu jagoan, wani dan wara atau rendah hati. Intinya mereka adalah kepanjangan para Kiyai dalam mengamalkan ilmu dan menyebarkan kesucian agama Islam. Mereka selalu membela kebenaran dan menjunjung tinggi kesucian hati.
Namun banyak para Jawara yang sudah berkhianat kepada jati dirinya sendiri. Bahkan mereka demi uang gulden harus berhianat terhadap Bangsanya dengan menjadi centeng Belanda.
Rupanya Belanda telah berhasil memecah belah rakyat Banten dengan membenturkan para jawara yang berkhianat tersebut dengan para Kiyai mereka sendiri. Â Â Â
Kedai Ki Damar hingga sesiang ini masih terlihat sepi. Terlihat Bayu dan Ki Damar tengah asyik berbincang di teras depan.Â
Mereka dikejutkan oleh kedatangan pasukan berkuda kompeni. Para serdadu Belanda ini rupanya datang dari Utara kemungkinan dari Cilegon.
Ki Damar dengan ramah menyambut mereka dan menyajikan makanan dan minuman yang mereka pesan. Salah satu diantara mereka menyerahkan selembar kertas kepada Ki Damar. Ternyata isinya sebuah foto sketsa wajah seorang buronan yang sedang mereka cari.
Ki Damar menghampiri Bayu sambil memperlihatkan foto tersebut. Bayu terkejut melihat foto siapa yang ada dalam kertas itu. Ki Ulon ya benar itu adalah gambar Ki Ulon hanya pada lembar kertas itu tertulis Kiyai Ghufron.
"Ghufron itu buronan Belanda karena lari dari penjara dan telah membunuh banyak serdadu!" Suara keras serdadu Kompeni membahana di ruangan kedai. "Ghufron juga pernah ikut pesantren Haji Washid!" Kembali suara keras pimpinan rombongan Kompeni itu.Â