Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen| Harapan Tinggi Dosen Jomblo

21 Januari 2020   14:24 Diperbarui: 22 Oktober 2020   14:24 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah yang harus kulakukan selanjutnya? Aku tidak tahu. Karena selama ini hanya berhubungan sebatas antara dosen pembimbing dengan mahasiswi yang sedang menyusun skripsinya.

Tentu saja aku menyadari bahwa Daisy Listya bukan Diana Faria. Hanya saja kadang aku tidak bisa menghindari perasaan-perasaan indah ketika bersama Diana Faria yang lambat namun pasti, tumbuh kembali setiap kali bersamanya. Dan itu membuatku tak berdaya.

Aku kembali mencoba menyelesaikan makalah setelah selesai mengajar. Tapi alih alih bekerja aku malah termenung di depan laptop dan tersenyum sendiri. Merasa konyol dengan yang aku mulai rasakan pada Daisy Listya. Aku seperti menjadi anak remaja lagi, seperti mahasiswa di tahun awal kuliah. Penuh semangat dan harapan. 

Akhirnya laptop aku tutup dan pekerjaan membuat makalah kembali terbengkalai. Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul Lima sore dan aku harus bersiap untuk pulang.

Kijang Kapsul berwarna biru tua itu meluncur di tengah-tengah jalanan Kota Surabaya yang dipenuhi deru sepeda motor. Apalagi setelah memasuki Jalan Jenderal Ahmad Yani, sepeda motor semakin padat memenuhi jalan utama keluar Kota yang membuat jalan terasa semakin sempit saja. Aku berputar di bundaran Waru menuju arah Menanggal di mana rumahku berada, di sekitar Masjid Al-Akbar. Dua ratus meter ke arah timur masjid megah kebanggaan masyarakat Surabaya itu.

Malam itu juga skripsi Daisy Listya segera aku koreksi. Memang sengaja aku lebih cepat mengoreksi skripsi itu agar bisa lebih cepat pula bertemu dengan Daisy Listya. Selesai merevisi skripsi itu sekitar jam sembilan malam. Mungkin belum terlalu malam untuk menelpon Listya. Sepertinya masih dalam jam wajar untuk menelpon.

Aku raih ponselku dari atas meja, menekan nomor Listya setelah menemukannya dari daftar nomor telepon. Menarik nafas panjang mencoba mempertahankan keberanian sambil menunggu jawaban dari seberang.

"Assalamualaikum." Sapaku cepat ketika terdengar nada telponku diangkat.

"Waalaikumsalaam Pak Alan," jawab Listya. Di seberang terdenagr suara Listya menyambut salamku dengan lembut.

"Lis maaf belum tidur?" Tanyaku basa-basi.

"Ya belum Pak! Ini lagi ngomong dengan Bapak," kata Listya bercanda. Suara tawanya riang dan aku tersenyum mendengarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun