Beberapa diantara mereka disambut oleh keluarga yang menjemput. Tawa ria dan senda gurau terdengar diantara mereka. Dari jauh kulihat seorang gadis berjilbab tinggi semampai berkulit putih bersih berlari kecil menyambut pelukan Sang Ibunda dan Ayahanda.
Oh Tuhan dia adalah Aini. SubhanAllah, dia semakin cantik. Kulihat mereka bercakap-cakap. Lalu kulihat Bapak Bachtiar mengatakan sesuatu dan mengarahkan pandangan kepadaku. Maka Aini pun membalikkan tubuhnya dan memandangku lalu berlari kecil menghampiriku.
Aku masih terdiam karena terpana melihat kecantikan bidadari ciptaan Allah ini.
"Hensa !" suara Aini perlahan sambil tersenyum memandangku dengan mata yang berkaca-kaca penuh haru. Kemudian aku hanya dapat memegang kedua tangannya sambil memandang mata indah yang basah penuh dengan air mata kebahagiaan. Tatapan rindu Aini menghujam hatiku hingga terkulai tak berdaya.Â
"Aini aku mencintaimu tidak hanya sekedar merindukanmu seperti kukatakan ketika kau meninggalkanku di Bandara ini dulu," kataku perlahan setengah berbisik tapi penuh dengan keteguhan.
Aini terdiam, tidak berkata sepatah katapun. Dia hanya tersenyum memandangku tak berkedip penuh dengan rasa rindu. Ada setitik air mata jatuh di pipinya dan perlahan aku mengusapnya.
Aini memandangku dengan matanya yang tajam, indah dan teduh itu.  Air mata yang mengalir di pipinya adalah air mata kebahagiaan, seakan air hujan yang turun membasahi  kemarau panjangku. Â
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat  tanda-tanda bagi kaum yang berfikir  (QS 30:21)."
Bandung 15 Agustus 2019Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI