"Aku mau melanjutkan kuliah S2 di Australia dan Papa sudah setuju. Hasil Toeflku yang bulan lalu mendapat nilai 560 hebat bukan?" tanya Aini bangga.
Tentu saja Aini mampu mendapat nilai sebesar itu. Aini, gadis cerdas luar biasa ini aku yakin  bisa masuk di Perguruan Tinggi di Australia.
"Aini, aku ikut gembira bila nanti kau bisa masuk di salah satu Universitas di Australia!" kataku.
"Terima kasih Hen doakan saja agar aku bisa masuk kesana." Harap Aini.
University of Queensland di Brisbane adalah tujuan sekolah yang diinginkan Aini. Aku yakin dengan nilai Toefl sebesar itu Aini pasti diterima di sana tinggal melengkapi persyaratan administrasi lainnya saja termasuk ijazah S1 nya yang hanya tinggal dua-tiga bulan ke depan.
Kerja kerasku dan dengan bantuan yang tulus dari Alan dan Aini, akhirnya aku dapat merampungkan seluruh draft skripsiku untuk kuajukan pada ujian skripsi bulan Februari ini.Â
Tentu saja draft ini setelah mengalami koreksi yang teliti dari pembimbingku Prof Soetrisno. Aku sungguh merasa lega bisa ikut ujian skripsi Februari ini dan jika lulus aku masuk dalam jadwal wisuda tahap pertama. Semua ini tanpa bantuan dan dukungan Aini dan Alan tentu aku tidak dapat mencapai target itu.
Jadwal ujian skripsiku dan Alan jatuh pada hari Rabu hanya berbeda jam sedangkan Aini sehari setelah kami. Alan terjadwal pagi pukul 9.00 sedangkan aku siang pukul 13.00
Ruang ujian ada di lantai tiga Gedung Utama Kampus. Aku dan Alan pagi itu sudah bersiap di lantai tiga. Aku memang sengaja datang pagi-pagi untuk memberikan support kepada Alan.
Tepat jam 9 itu Alan sudah mulai masuk Ruang Ujian. Satu jam sudah berlalu, Alan masih juga belum keluar dari Ruang Ujian. Satu jam seperempat, satu jam setengah, satu jam tiga perempat, dua jam. Ternyata Alan masih belum selesai ujian. Buset asyik amat yang ujian, kataku dalam hati.
Beberapa saat kemudian aku melihat Alan muncul di pintu itu sambil tersenyum lebar dengan tarikan nafas yang panjang. Aku tersenyum sambil menggeleng gelengkan kepala.