"Bukan melamun hanya termenung"
"Termenung untuk apa?"
"Termenung menghayalkan teman hidup nanti kalau sudah wisuda. Atau sebelum wisuda sudah punya agar ada yang mengucapkan selamat ya Mas Hensa!"
Mendengar ini Aini tertawa renyah. Benar-benar aku melihat gadis ini begitu ceria hari ini.
"Aini kenapa tertawa?"
"Tidak kenapa kenapa. Tidak boleh menghayal dulu sekarang selesaikan saja  skripsi baru boleh menghayal teman hidup" kata Aini sambil mendelik dengan mimik wajah berpura-pura marah.
"Baik Bu Aini. Saya segera kembali ke laboratorium," kataku sambil membungkukan badan.Â
Sebuah cubitan Aini mendarat di lenganku dan aku hanya tertawa. Suasana keakraban dengan Aini membuat aku merasakan kenyamanan berada dekat dengannya. Suasana seperti ini mengingatkanku saat bersama Erika. Gadisku yang sudah menjadi masa laluku.Â
Rasanya memang seperti mimpi bersama Erika sejak masih SMA namun saat menjadi mahasiswa harus menerima kenyataan Erika menikah dengan orang lain. Tidak mudah melupakan kenangan bersamanya begitu saja. Ya sempat aku terguncang tapi mampu bangkit dengan dukungan sahabat-sahabatku terutama Aini Mardiyah. Â
Bagiku Aini adalah orang terdekatku. Lucunya Aini adalah sahabat kentalnya Erika bahkan hingga sekarang mereka masih sering kontak via fasilitas handphone. Apakah lucu anggak ya jikak aku harus jatuh cinta kepada Aini Mardiyah? Entahlah.
Tidak seperti biasanya hari itu Aini datang di Kampus tidak bersama lelaki yang biasa menemaninya. "Aini kok menyetir sendirian? Kemana Si Ganteng yang biasa menemanimu?" Tanyaku menyelidik agak kepo sedikit.Â