"Bagaimana kabarmu Aini?" tanyaku saat kami bertemu di Laboratorium itu.
"Alhamdulillah aku baik-baik saja Hen!" suara Aini pelan.
Ini adalah pertemuan pertama sejak Aini Mardiyah kehilangan Mohammad Iqbal, calon suaminya yang mengalami kecelakaan dalam kapal Feri tujuan Kupang saat itu tenggelam dihantam badai di perairan Nusa Tenggara Timur karena cuaca buruk.
"Hensa sendiri bagaimana?" tanya Aini.
"Alhamdulillah juga baik-baik. Tapi ada juga kabar tidak baiknya"
"Kabar tidak baik yang mana?" tanya Aini penasaran.
"Skripsiku masih belum juga rampung" kataku sambil tertawa. Kulihat Aini ikut tertawa juga. Rasanya senang melihat Aini tertawa karena beberapa hari ini tentu saja dia masih dirundung kesedihan.
"Skripsiku juga belum rampung. Ayo dong kita selesaikan biar kita cepat lulus dan di wisuda" kata Aini sambil menatapku penuh semangat. Tatapan Aini berbinar penuh dengan motivasi. Aku kembali merasa senang melihat Aini penuh dengan gairah untuk segera menyelesaikan skripsinya. Tentu saja aku ketularan juga oleh semangatnya.
"Aini!" kataku pelan. Gadis cantik itu menatapku dengan mata yang kelihatan masih sendu karena sisa-sisa dukanya terlihat di sana. Aku masih terdiam mulutku serasa terkunci.
"Kamu mau ngomong apa Hensa?" tanya Aini.