"Betul Pak. Kami memiliki komitmen dan hal itu akan kami perhatikan, Â masyarakat harus mendapatkan lingkungan yang ramah " kataku meyakinkan dan Pejabat Pemda itu hanya manggut-manggut. Terus terang aku muak dengan caranya dia manggut-manggut kental dengan gaya seorang Pemeras. Â Â
Seperti tahun yang lalu, hasil kunjungan lapang seperti ini sudah dapat diduga dari awal bahwa ternyata instalasi pengolah air limbah dinilai masih belum layak dioperasikan. Â Apalagi tiga hari kemudian sampel air yang diambil waktu itu setelah dianalisa di laboratorium mereka masih menunjukkan tingkat cemaran yang serius.
Rabu 14 September adalah hari giling ke 138. Di hadapanku Solihin masih terdiam, sementara aku masih memegang lembar hasil pemeriksaan sampel air dari Laboratorium Lingkungan yang ditunjuk oleh pihak Bidang Pengawasan Lingkungan Pemda.
"Hasil analisa laboratorium ini nampaknya tidak begitu baik untuk limbah cair kita. Bagaimana pendapatmu ?" tanyaku kepada Solihin.
"Begini Pak. Menurut Pak Alam hasil ini masih diberitahukan secara intern kepada pabrik gula dan belum dikirimkan resmi ke Direksi di Kantor Pusat. Hal ini untuk memberi kesempatan kepada pihak pabrik. Maksudnya memberi kesempatan itu ya negosiasi, begitu kata Beliau sewaktu telpon saya tadi malam," kata Solihin datar tanpa ekspresi. Aku jadi teringat tahun lalu juga begini. Waktu itu aku tidak kompromi dengan kesempatan seperti ini.
Mendengar ini aku hanya tersenyum tapi aku merasakan senyum ini begitu pahit. Aku teringat sudah hampir seminggu yang lalu ketika menghadiri Rakor di Surabaya, Direktur Produksi menyempatkan bicara empat mata. Beliau waktu itu kembali mengingatkan agar persoalan limbah cair di pabrikku segera diselesaikan jangan sampai terulang menerima Peringkat Hitam. Â Jika itu terjadi, maka akan berdampak adanya sanksi berupa black list dalam urusan kredit Bank. Tentu saja Direktur Produksi tidak mau hal itu terjadi agar tidak terganggu kinerja perusahaan. Kembali Peringkat Hitam itu menghantuiku. Ya aku harus mengambil keputusan penting walaupun mungkin sangat menyakitkan nurani terdalamku.
"Bagaimana pak? Waktu yang diberikan Bidang Pengawasan Lingkungan Pemda sudah semakin mepet dan dalam waktu yang singkat ini tidak mungkin air buangan kita memenuhi syarat mutu yang ditentukan" suara Solihin memecah kesadaranku dan argumennya telah membuat aku harus menyerah demi sebuah reputasiku didepan Direktur Produksi. Lagi pula data Laboratorium ini sangat penting untuk bukti bagi audit dari KLH yang nantinya dipergunakan bagi penentuan peringkat perusahaan termasuk kedalam kategori mana. Aku tidak mau Peringkat Hitam lagi. Â
"Okey  tolong diatur saja!" kataku tegas walaupun akhirnya harus pasrah, mau bagaimana lagi.
"Baik Pak! Saya sudah hafal apa yang harus dilakukan karena ini adalah tradisi sebelum Bapak jadi Administratur di sini" kata Solihin dengan wajah cerah. Mendengar ini aku merasakan keprihatinan yang dalam. Bisakah aku mengubah tradisi yang tidak elok ini? Pertanyaan ini suatu hari nanti harus bisa aku jawab dengan tindakan.
"Bagaimana dengan aktivis LSM?" Ini pertanyaanku kepada Solihin tentang beberapa LSM Lingkungan yang hobinya merongrong pabrik gula selama ini.
"Jangan kuatir Pak. Saya juga sudah hafal menghadapi mereka," kata Solihin penuh keyakinan. "Nanti malam ada pertemuan dengan mereka. Setelah itu tidak akan ada lagi yang berani berkicau."