bila kita kembali kepada masa seorang saya dilahirkan...
dan meruntut setiap detil kehidupan yang telah dilalui,
bersama keluarga, bersama teman, bersama Tuhan,
adakah suatu segmen kehidupan yang terlupakan?
sebuah segmen yang menjadi tempatnya,
bagian mendasar setiap lembar sejarah hidup kita..
dalam hidup saya,
segmen ini sempat tertinggal, sempat terlupakan,
sempat dibunuh..
namun, seiring dengan memudarnya warna setiap helai rambut saya,
suatu epifani menampar pipi kanan dan kiri dan menggoncangkan diri saya
lalu kesadaran mendadak akan kenyataan tersebut membuat saya mengatakan
inilah rumahku
inilah bagian jiwaku
inilah relung terdalamku
di dunia
karena ku sadar, akhirat bukanlah milik ku
di palung terdalamnya aku pernah tenggelam
dan menemukan spesies baru bernama aku
di tatar ini aku pernah hidup
menggoreskan tinta-tinta warna kehidupanku
dari merah, biru, hijau, kuning, hitam dan putih.
di ranah ini aku juga pernah meronce untaian manikam-manikam
manikam indah yang mungkin pernah melukaiku saat ku meroncenya
dan
di tanah inilah, aku pernah dan akan terus terpanggil..
menemukan diriku sebagai pribadi
memungut masa depan yang ditawarkannya
mengukir sejarah hidupku yang tertoreh oleh tinta dan memahatnya dalam prasasti abadi
bukan hanya semata-mata
namun karena mahakarya itu menembus batas manusia ku
mengiris tajam setiap kali ku berkata tidak dalam panggilannya
sampai pada akhirnya,
saat siang ini aku memahat
tidak ada satu pun
tidak ada sepatah pun
juga
tidak ada apa pun
yang membuatku mengatakan
tidak
ataupun
buruk
ataupun
biarkan
bahkan mungkin sampai-sampai membisukan lidahku
hanya untuk menyampaikan
terima kasih terbesar
kepada Khalik
yang membentangkan di depan pelupuk mataku
sebuah zamrud khatulistiwa
bernama
Indonesia
(written 17th Sept 2009)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H