Mohon tunggu...
Henri Satria Anugrah
Henri Satria Anugrah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis Konten Pengembangan Diri

Membacakan hasil tulisan di channel Youtube bernama Argentum (https://www.youtube.com/c/Argentum-ID/)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi Muda Menjadi Kebarat-baratan karena Budaya Indonesia Lemah!

30 Oktober 2019   15:03 Diperbarui: 30 Oktober 2019   15:11 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi tua memanglah suci dan benar. Kalau kami mengkritik, nanti malah dibilang durhaka dan diancam neraka. Katanya, Tuhan bakal memberi kebaikkan, kalau generasi muda hormat kepada orang tua. Memangnya, kebaikkan macam apa yang akan datang kalau seseorang hanya hormat kepada orang tua, tanpa berusaha dan berkarya?

Mengapa generasi muda sekarang banyak yang mengadopsi budaya-budaya luar dalam dirinya? Sederhana jawabannya, karena tidak ada karya bernuansa lokal yang berkualitas, sehingga generasi muda terpaksa mencari yang berkualitas dari luar negeri. Karena suka dengan karya-karya luar negeri itu, tanpa sadar, mereka pun menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung ke dalam dirinya.

Di dalam karya pasti ada nilai budaya karena yang membuatnya adalah manusia yang tidak pernah lepas dari budaya. Anime Jepang, tentu mengandung nilai-nilai kesopanan dan penuh kerja keras dari orang Jepang. Lihatlah Naruto yang selama 20 tahun terus berjuang untuk menjadi Hokage. Demikian juga karya-karya dari luar negeri lainnya.

Sampai saat ini, belum ada karya berkualitas yang menyampaikan nilai-nilai lokal. Inilah penyebab utama dari lemahnya Budaya Indonesia yang berujung pada maraknya kebarat-baratan, kekorea-koreaan, kejepang-kejepangan, dan kearab-araban.

Padahal, kita semua tahu bahwa karya seni merupakan media untuk menyampaikan budaya. Negara lain telah mengemas budayanya menjadi karya seni yang berhasil memberi sentuhan kuat kepada emosi penontonnya. Sedangkan Indonesia? Masih Jauh!

Budaya dianggap sebagai kesakralan dogmatis yang harus dilestarikan. Lantas, adakah cara lain yang lebih efektif untuk melestarikannya daripada menyajikannya dalam bentuk karya yang menyentuh dan menghibur hati manusia?

Cukup sekian. Saya takut terbawa emosi dan dijerat UU ITE apabila meneruskan artikel ini, hehehe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun