Tolok Ukur Keberhasilan Politik, Ekonomi maupun Pendidikan adalah seberapa Jauh Usaha itu bisa memberikan ruang dan fasilitas bagi pengembangan kepribadian dan kebebasan masyarakat.
Amartya Sen, Ekonom India
Sejak Tahun 1945 Negeri kita memang sudah ‘merdeka’. Gerakan kebangkitan untuk Meraih Kemerdekaan sudah dimulai sejak Tahun 1908 dengan berdirinya Organisasi Budi Utomo. Awal-awal pendirian organisasi Budi Utomo mempunyai tujuan yang sangat mulia yakni untuk memajukan pengajaran dan kebudayaan. Pengajaran yang membudaya sejak awal itu menciptakan berbagai tokoh para pendiri bangsa (the founding father) yang mampu memerdekakan negeri ini.
Di awal-awal Kemerdekaan Tahun 1945 itu kita di hadapkan berbagai persoalan seperti salah satunya Pendidikan. Sebagai bukti, Angka Buta Huruf masyarakat Indonesia mencapai 97 persen (Data Dari Direktur Pendidikan Masyarakat PLS Depdiknas) serta rendahnya kualitas pendidik. Peranan Pemerintah dalam mengatasi masalah pendidikan terus digalakan dari era awal kemerdekaan, era orde baru hingga era reformasi.
Namun masalah yang menyangkut pendidikan itu tak kunjung usai, seperti di tahun 2015 angkat buta huruf yang masih tinggi dan kualitas guru (pendidik) yang masih saja rendah. Yang menjadi sorotan tajam di tahun ini adalah kualitas pendidik. Padahal pendidik yang berada di bawah naungan Institusi Pendidikan merupakan salah satu pilar kesuksesan menjadikan manusia ber-Insan yang Cerdas, Unggul dan Berkarakter.
Di dalam Visi dan Misi Pendidikan kita, bila di lacak akar sejarahnya Justru demi ‘memerdekakan manusia’ agar tidak terjebak dalam terbelenggu kehendak diri yang buta, pongah dan serakah. Namun, ketika pendidik sebagai perantara/pengajarnya saja masih kurangnya penguasaan keilmuannya kemungkinan besar peserta didik sulit di didik menjadi insan yang cerdas, unggul dan berkarakter. Kita semuanya mengetahui bahwa setiap Tahunnya Pendidikan di alokasikan dana 20 % dari APBN. Anggaran yang begitu besar yang di kucurkan dari APBN tidak menghilangkan masalah. Yang masih menjadi pertanyaan mengapa permasalahan Pendidikan di Indonesia tak kunjung usai padahal anggaran yang di kucurkan untuk pendidikan terbilang tinggi.
Pembenahan sistem pendidikan yang sedang di jalankan oleh pemerintah juga harus dilakukan secara baik dan sistematis serta di dukung oleh kalangan masyarakat. Pembenahan Baik dari kurikulum, tenaga pendidik ataupun menyangkut kesejahteraan pendidik harus menyesuaikan kebutuhan sekarang dan kedepannya agar persoalan ini tuntas dan membawa dampak positif bagi pendidikan Indonesia.
Persoalan pendidikan ini harus sudah di rampungkan sebelum di di bukanya MEA (Mayarakat Ekonomi Asean) pada akhir Tahun 2015. Terbukanya MEA akan berdampak besar bagi sistem perekonomian, Sosial, Politik, Budaya ataupun pada Pendidikan. Tangtangan yang paling besar yang akan di hadapi adalah persaingan pekerjaan terutama di bidang pendidikan seperti pendidik. Ketika Indonesia kualitas pendidiknya masih di bawah/rendah di bandingkan pendidik-pendidik yang ada di luar, maka yang paling kita takutkan adalah pendidik kita akan di gantikan oleh pendidik yang berasal dari negara lain.
Tidak hanya kualitas pendidik yang rendah, akhir-akhir ini kita dengar bahwa banyak guru-guru yang menggunakan ijazah palsu untuk mendaftar menjadi pegawai negeri sipil (PNS) ataupun pegawai Sekolah. Oleh sebab itu Peran penting pembuat kebijakan, pelaksana dan pengawasan haruslah sejalan dalam menuntaskan permasalah Pendidikan kita. Ketika pendidik saja sudah melakukan kecurangan dalam “ijazah palsu” tindakan tegas pemerintah haruslah di berlakukan, karena peserta didik yang akan menjadi korban dan akan berakibat fatal.
Fenomena Moralitas Peserta Didik
Sebuah pendidikan baik pendidikan informal, Non Formal ataupun formal sekalipun pasti mempunyai persoalan yang sangat serius. Persoalan yang sangat serius di negeri ini yakni terjadinya kemerosotan atau degradasi moral. Persoalan moralitas di zaman yang serba modern ini diperlukan dukungan dari berbagai kalangan masyarakat dan pemerintah agar program-program yang menyangkut pengembangan/perbaikan moralitas yang digalakan dan dijalankan berjalan secara serius dan efektif.
Program internalisasi nilai-nilai karakter yang sudah di jalankan sejak dahulu kala belum mendapat hasil yang positif. Pengawasan dan Penerapan kian terasa mandul ketika masih saja banyak di temui fenomena-fenomena Imoriil. Padahal dalam hal ini yang mempunyai peran vital adalah guru.
Thomas Lickona Seorang Profesor Pendidikan dari Cortland University mengatakan sebuah peradaban akan mengalami kemunduran jikalau generasi mudanya mengalami kemerosotan moral/demoralisasi hingga penurunan moral yang sangat signifikan. Penurunan moral yang sangat signifikan itu seperti Fenomena Free Sex, Penggunaan obat narkoba ataupun pembunuhan. Gejala seperti itu sudah banyak terjadi di negara kita, jikalau di biarkan akan mendarah daging dan akhirnya merusak moralitas bangsa ini. Sebagai contoh, kasus korupsi yang semakin hari semakin banyak yang menjadi tersangka dan bahkan terdakwa yang ditangan oleh KPK. Kasus tersebut memperlihatkan mandulnya proses internalisasi disekolah dari pendidik kepada peserta didik.
Masa Depan Pendidikan di Indonesia
Dalam sebuah Pendidikan yang berkualitas hanya mungkin di capai dengan guru yang berkualitas pula. Disini Masa depan pendidikan tidak terlepas dari sinergisitas antara guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik. Tidak hanya itu, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang baik juga akan membawa dampak yang baik pula terhadap masa depan peserta didik.
Dalam persoalan pendidikan ini Penulis berpendapat, bahwa ada tiga persoalan besar mengenai Guru yang ada di sekitar kita, yang pertama yakni distribusi penempatan guru yang tidak merata, di satu tempat kelebihan di tempat lain kekurangan, kekurangan guru masih terjadi di daerah pedesaan bahkan perkotaan sekalipun. Persoalan seperti Ini seharusnya di bereskan oleh pemerintah secara cepat dan tanggap.
Yang kedua, kualitas guru yang tidak merata. Ketidak merataan ini masih banyak guru-guru sekolah yang gagap teknologi (gaptek) dan kurangnya penguasaan materi dalam bidang keilmuannya. Oleh sebab itu kita semua harus mencurahkan perhatian total untuk memikirkan solusi bagi pengembangan potensi diri dan kemampuan mengajar. Bukan sekadar mendapatkan gelar pasca sarjana melainkan soal guru yang matang dan terbuka Sehingga pemikirannya sangat luas dan komprehensif.
Yang Ketiga, kesejahteraan guru tak memadai, di dalam sertifikasi guru telah terjadi perbaikan kesejahteraan, akan tetapi ada konsekuensi seperti guru masih banyak di bingungkan terhadap sistem administrasinya/ kegagapan teknologi. Apalagi Yang menjadi persoalan guru honorer yang masih sering di perlakukan secara tak honor (terhormat).
Oleh karena Rendahnya Kualitas guru tersebut yang berperan sebagai pendidik akan berdampak besar bagi masa depan pendidikan di Indonesia. Dampak salah satunya berimbas pada peserta didik. Program-program untuk meningkatkan kualitas guru seperti sertifikasi guru seharusnya tidak saja memberikan kesejahteraan bagi guru akan tetapi benar-benar bisa meningkatkan mutu guru serta menerjemahkan arti dan makna filosofi pendidikan.
Dahulu Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa Esensi Pendidikan adalah Upaya untuk ‘memerdekakan’ Lahiriah dan Batiniah Manusia”. Memerdekakan disini berarti memanusiakan manusia agar lebih bermartabat dengan tingkat ke ilmuan, dan karakter yang lebih baik serta membebaskan diri dari kemiskinan dan kebodohan.
Ironis sekali ketika esensi pendidikan yang memerdekakan manusia, akan tetapi masih kita temukan banyak guru yang dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hanya mengandalkan LKS. Oleh karenanya persoalan ini harus di selesaikan dengan baik oleh pemerintah. Dalam dinamika politik peningkatan kualitas/mutu pendidik saat ini dan ke depannya haruslah difokuskan kepada pendidik-pendidik muda.
Kemudian guru atau pendidik-pendidik muda itu status keguruannya di kukuhkan, setelahnya pendidik-pendidik muda itu di berikan pelatihan studi yang dapat meng upgrade pengetahuan dan pemikirannya. Namun, tidak sekadar itu pelatihan-studi yang di jalani pendidik tersebut harus di implementasikan dengan baik kedalam proses pembelajaran.
Seperti dalam proses pembelajaran, cara penyampaian atau kondisi pembelajaran di ruangan guru harus mengubah iklim/kondisi pembelajaran yang inspiratif dan menyenangkan,dan tidak membosankan. Pendidikan yang inspiratif dan menyenangkan tersebut akan membawa peserta didik tidak hanya membawa pada kesuksesan kognitif akan tetapi afektif dan psikomotorik.
DAFTAR PUSTAKA :
Baron, Robert A.,& Byrne, Donn. 2009. Psikologi Sosial jilid 1. Penerbit Airlangga : Jakarta.
Barker Chris. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta. Kreasi Wacana. 2005.
Djohan Effendi. Pergolakan Pemikiran Islam: Catatn Harian Ahmad Wahib. Jakarta. LP3ES. 2003
Pramoedya Ananta Toer. Jejak Langkah. Yogyakarta. Lentera Dipantara. 2007.
Pidato D.N Aidit dalam Konferensi Nasional Sastra dan Seni di Jakarta, 2 September 1964.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Lampiran I. Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Buletin Universitas Katolik Parahyangan Buletin. Publikasi Melalui alamat www.pip.unpar.ac.id/publikasi/buletin/../pendidikan-yang-membebaskan/html diakses pada tanggal 01 Juni 2015
Kompas Online. Di akses pada tanggal 27 Mei 2015 di alamat http://edukasi.kompas.com/read/2015/05/20/11224131/pendidikandanpemerataan-pendidikan.htlm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H