Dua minggu berlalu satu kos bersama Toni aku tidak merasakan hal-hal ganjil menganggu. Akan tetapi, menginjak minggu ketiga aku mulai merasa ada yang aneh dengan sikap Toni terkadang sering berubah seketika. Terutama semenjak aku mencium bau bunga setaman dan dupa yang kerap keluar dari dalam kamar Toni. Terakhir sekelebat aku melirik seperti seorang gadis berambut panjang dan bergaun putih di dalam kamarnya. Ketika aku mencoba untuk memastikan lagi, wanita itu sudah tidak ada.
Kamarku dan kamar Toni terletak di lantai dua. Saling bersebelahan. Cuma ada tiga kamar. Sedang kamar yang ketiga masih kosong, dengar dari pemilik kos katanya tidak disewakan. Pemilik kos tinggal di bawah. Dia sebatang kara. Suaminya meninggal saat bekerja.
Saat aku bertemu pemilik kos, dan berterus terang bahwa aku sangat memerlukan kos dengan harga murah, pemilik mempersilakan. Akan tetapi, keadaan kos memang tak sebaik seperti tempat kosku yang lama. Aku tidak masalah dengan hal itu. Dan pemilik kos juga menyadari tentang isu yang beredar, bahwa kos miliknya terkenal angker. Dan aku diberi kejutan satu bulan tidak usah bayar.
Oh ya, pemilik kos kami bernama Bu Sarah. Usianya kira-kira sekitar 50 tahun lebih sedikit. Masih terlihat sisa-sisa kecantikan dari guratan wajahnya. Dan ketika aku menatap foto di dalam bingkai besar tampak seorang gadis yang tak kalah cantik lengkap di samping kanan tegap berdiri pria gagah berjas rapi dan di samping kiri tentu Bu Sarah sendiri.
"Bu, itu Mbak Sari apa masih siaran di Radio Jaya FM?" tanyaku saat melirik salah satu foto Sari menggunakan headset hitam lengkap dengan mikrofon di bingkai foto berukuran 12R berderet di bawah bingkai foto besar.
Bu Sarah sesaat menunduk, bibirnya terdengar lirih merapal ayat-ayat suci. Dan Toni di sampingku, tiba-tiba mengejutkanku. Kakinya perlahan menginjak keras kaki kananku.
Spontan aku memecah kesunyian. "Bu, saya minta maaf. Bukan maksud saya untuk...,"
"Ohhh, nggak apa-apa Mas Makmur. Eh! Sampeyan kayaknya tahu banyak ya tentang Radio Jaya FM," ujar Bu Sarah dengan senyum dan berusaha menyembunyikan sesuatu.
Sembari menggaruk-garuk rambut aku menjawab, "Enggak banyak yang saya tahu Bu, hanya, dulu, saat masih SMP sempat kirim atensi ke teman-teman sekelas pakai kertas atensi yang sudah disediakan Radio Jaya FM."
"Oooalah!" Bu Sarah menyahut dan suasana kembali cair.
Maklum saja kalau aku asal nyeplos saat bertemu Bu Sarah waktu itu. Sebab Toni tak pernah cerita perihal putri buah hati Bu Sarah di foto 12R terlihat cantik jelita yang ternyata sudah tiada. Sore itu, sebelum azan magrib Toni menemuiku di dalam kamar, dan pintu terbuka lebar.